Thursday, March 8, 2007

Prinsip Dasar Memahami Kerja Ventilasi Mekanik

Prinsip Dasar Memahami Kerja Ventilasi Mekanik


Beberapa ventilator tekanan positif saat ini sudah dilengkapi sistim komputer dengan panel kontrol yang mudah dioperasikan (user-friendly). Untuk mengaktifkan beberapa mode, setting dan alarm, cukup dengan menekan tombol. Selain itu dilengkapi dengan layar monitor yang menampilkan apa yang kita setting dan parameter alarm.

Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber listrik. Beberapa ventilator, menyediakan back up batere, namun batere tidak di disain untuk pemakaian jangka lama. Ventilator adalah suatu metode penunjang/bantuan hidup (life - support); sebab jika ventilator berhenti bekerja maka pasien akan meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual resusitasi seperti ambu bag di samping tempat tidur pasien yang memakai ventilator, karena jika ventilator stop dapat langsung dilakukan manual ventilasi.

Ketika ventilator dihidupkan, ventilator akan melakukan self-test untuk memastikan apakah ventilator bekerja dengan baik. Tubing ventilator harus diganti setiap 24 jam dan biarkan ventilator melakukan self-test lagi. Filter bakteri dan water trap harus di periksa terhadap sumbatan, dan harus tetap kering. Namun perlu diingat bahwa penanbahan filter dapat meningkatkan dead space.


SETTING VENTILATOR

Setting ventilator biasanya berbeda-beda tergantung pasien. Semua ventilator di disain untuk memonitor komponen2 dari keadaan sistim respirasi (paru-paru) pasien. Beberapa alarm dan parameter dapat disetting untuk mengingatkan perawat/dokter bahwa pasien tidak cocok dengan setting atau menunjukkan keadaan berbahaya.

Respiratory Rate (RR)

Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah nafas yang diberikan ke pasien setiap menitnya. Setting RR tergantung dari TV, jenis kelainan paru pasien, dan target PaCO2 pasien. Parameter alarm RR di set diatas dan di bawah nilai RR yang diset. Misalnya jika set RR 10 kali/menit, maka set alarm sebaiknya diatas 12x/menit dan di bawah 8 x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.

Pada pasien2 dgn asma (obstruktif), RR sebaiknya diset antara 6-8 x/menit, agar tidak terjadi auto-PEEP dan dynamic-hyperinflation. Selain itu pasien2 PPOK memang sudah terbiasa dengan PaCO2 tinggi, sehingga PaCO2 jangan terlalu rendah/normal.

Pada pasien2 dengan PPOK (resktriktif) biasanya tolerate dengan RR 12-20 x/menit. Sedangkan untuk pasien normal RR biasanya 8-12 x/menit.

Waktu (time) merupakan variabel yg mengatur siklus respirasi. Contoh: Setting RR 10 x/menit, maka siklus respirasi (Ttotal) adalah 60/10 = 6 detik. Berarti siklus respirasi (inspirasi + ekspirasi) harus berlangsung dibawah 6 detik.


Tidal Volume (VT)

Tidal Volume adalah volume gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap sekali nafas. Umumnya setting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dgn paru normal tolerate dgn tidal volume 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Untuk pasien ARDS memakai konsep permissive hipercapnea (membiarkan PaCO2 tinggi > 45 mmHg, asal PaO2 normal, dgn cara menurunkan tidal volume yaitu 4-6 cc/kgBB) Tidal volume rendah ini dimaksudkan agar terhindar dari barotrauma. Parameter alarm tidal volume diset diatas dan dia bawah nilai yg kita set. Monitoring tidal volume sangat perlu jika kita memakai TIME Cycled.

Fraksi Oksigen, (FiO2)

FiO2 adalah jumlah oksigen yg dihantarkan/diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasi berkisar 21-100%. Rekomendasi untuk setting FiO2 pada awal pemasangan ventilator adalah 100%. Namun pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab rersiko oxygen toxicity (keracunan oksigen) akan meningkat. Keracunan O2 menyebabkan perubahan struktur membrane alveolar-capillary, edema paru, atelektasis, dan penurunan PaO2 yg refrakter (ARDS). Setelah pasien stabil, FiO2 dapat di weaning bertahap berdasarkan pulse oksimetri dan Astrup. Catatan; setiap tindakan suctioning (terutama pd pasien hipoksemia berat), bronkoskopi, chest fisioterapi, atau prosedur berat (stres) dan waktu transport (CT scan dll) FiO2 harus 100% selama 15 menit serta menambahkan 20-30% dari pressure atau TV sebelumnya, sebelum prosedur dilakukan. Namun pada pasien-pasien dengan hipoksemia berat karena ARDS skor tinggi, atau atelektasis berat yang sedang menggunakan PEEP tinggi sebaiknya jangan di suction atau dilakukan prosedur bronkoskopi dahulu, sebab pada saat PEEP dilepas maka paru akan segera kolaps kembali dan sulit mengembangkannya lagi.

Inspirasi:Ekspirasi (I:E) Ratio

I:E rasio biasanya diset 1:2 atau 1:1.5 yang merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Terkadang diperlukan fase inspirasi yg sama atau lebih lama dibanding ekspirasi untuk menaikkan PaO2, seperti pada ARDS, berkisar 1:1 sampai 4:1.

Pressure Limit/ Pressure Inspirasi

Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari volume cycled ventilator, sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Pressure yg direkomendasi adalah plateau pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini dicapai maka secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi. Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit ventilator. Biasanya akan normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga dapat terjadi karena pasien batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau kinking pada tubing ventilator.

Flow Rate/ Peak flow

Adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yg diset/menit. Biasanya setting antara 40-100 L/menit.
Inspiratory flow rate merupakan fungsi dari RR, TV dan I:E rasio
Flow = Liter/menit = TV/TInspirasi x 60
Jika RR 20x/menit maka: Ttotal = 60/20 = 3 detik. Jika rasio 1:2 ,
Tinspirasi = 1 detik. Untuk menghantarkan tidal volume (TV) 500 cc diperlukan Inspiratory flow rate = 0.5/1 x 60 = 30 Liter/menit.

Sensitifity/Trigger

Sensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk memulai/mentrigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa flow atau pressure. Flow biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah bernafas spontan dan memakai PS/Spontan/ASB karena dapat megurangi kerja nafas/work of breathing. Selain itu pada pasien PPOK penggunaan flow sensitiviti lebih baik karena pada PPOK sudah terdapat intrinsic PEEP pada paru pasien sehingga pemakaian pressure sensitiviti kurang menguntungkan. Nilai sensitivity berkisar 2 sampai -20 cmH2O untuk pressure sedangkan untuk flow antara 2-20 L/menit. Jika PaCO2 pasien perlu dipertahankan konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka setting dapat dibuat tidak sensitif. Dengan demikian setiap usaha nafas pasien tidak akan dibantu oleh ventilator. Pada keadaan ini perlu diberikan sedasi dan pelumpuh otot (muscle relaksan) karena pasien akan merasa tidak nyaman sewaktu bangun. Namun jika memakai mode assisted atau SIM atau spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat sensitif.

PEEP (Positive End Expiratory Pressure)

PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan PaO2 yg refrakter. Nilai PEEP selalu dimulai dari 5 cmH2O. Setiap perubahan pada PEEP harus berdasarkan analisa gas darah, toleransi dari PEEP, kebutuhan FiO2 dan respon kardiovaskular. Jika PaO2 masih rendah sedangkan FiO2 sudah 60% maka PEEP merupakan pilihan utama sampai nilai 15 cmH2O.

Fungsi PEEP:
Redistribusi cairan ekstravaskular paru
Meningkatkan volume alveolus
Mengembangkan alveoli yg kolaps


Setting alarm ventilator

Alarm Low exhaled volume
Set 100 cc dibawah nilai tidal volume ekspirasi, misalnya tidal volume ekspirasi 500 cc maka alarm diset 400 cc.
Akan berbunyi jika tidal volume pasien tidak adekuat
Biasanya digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim di ventilator atau terjadi disconnect sirkuit

Alarm Low Inspiratory Pressure
Sebaiknya diset 10-15 cmH2O dibawah PIP (Peak Inspiratory Pressure)
Akan berbunyi jika Pressure turun dibawah yang diset.
Juga digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim
Jika alarm ini berbunyi maka perlu dilakukan pemeriksaan pasien terhadap:
Air di dalam sirkuit
ETT kinking atau tergigit
Sekresi dalam ETT
Bronkospasme
Pneumotoraks tension
Low compliance (efusi pleura, edema paru akut, asites)
Peningkatan airway resistance
Batuk

MODE VENTILASI

Terminologi untuk mode ventilasi saat ini banyak yang membingungkan. Misalnya seperti penggunaan kata-kata yang tidak tepat; “control”, “cycled” atau “assist’. Namun saat ini banyak penulis yang mengikuti terminologi yang dibuat oleh Kapadia. [Postgrad Med J 1998 74 330-5]. Ia membagi terminologi mode menjadi 3 dasar:
The Trigger - the signal that opens the inspiratory valve, allowing air to flow into the patient;
The Limit - the factor which limits the rate at which gas flow into the lungs;
Cycling - the signal which stops inspiration AND eventually opens the expiratory valve.

Start/initiation/trigger positive pressure

Target/limit/batasan positive pressure

Cycled/Siklus/peralihan inspirasi ke ekspirasi

Terminologi ini disingkat TLC Approaches

Start/initiation/trigger:

Ada 2 cara:
Berdasarkan waktu (time-trigger) yg telah diset
à control mode
Berdasarkan penurunan airway pressure (pasien-trigger)
à assisted mode
Target/limit:

Ada 2 macam:
Berdasarkan volume yg diset à volume target
Berdasarkan pressure yg diset à pressure target

volume target
= TV/flow konstan, tapi pressure berubah2 sesuai compl paru pasien
FLOW
KONSTAN
PRESSURE


pressure target
= pressure konstan tapi TV/flow berubah2 sesuai compl paru pasien
PRESSURE
KONSTAN
FLOW


Cycled:

Ada 4 cara:
Berdasarkan volume yg diset à volume cycled
Berdasarkan pressure yg diset à time cycled
Berdasarkan penururnan flow à flow cycled



PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN

Beberapa ventilator tekanan positif saat ini sudah dilengkapi sistim komputer dengan panel kontrol yang mudah dioperasikan (user-friendly). Untuk mengaktifkan beberapa mode, setting dan alarm, cukup dengan menekan tombol. Selain itu dilengkapi dengan layar monitor yang menampilkan apa yang kita setting dan parameter alarm.

Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber listrik. Beberapa ventilator, menyediakan back up batere, namun batere tidak di disain untuk pemakaian jangka lama. Ventilator adalah suatu metode penunjang/bantuan hidup (life - support); sebab jika ventilator berhenti bekerja maka pasien akan meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual resusitasi seperti ambu bag di samping tempat tidur pasien yang memakai ventilator, karena jika ventilator stop dapat langsung dilakukan manual ventilasi.

Ketika ventilator dihidupkan, ventilator akan melakukan self-test untuk memastikan apakah ventilator bekerja dengan baik. Tubing ventilator harus diganti setiap 24 jam dan biarkan ventilator melakukan self-test lagi. Filter bakteri dan water trap harus di periksa terhadap sumbatan, dan harus tetap kering. Namun perlu diingat bahwa penanbahan filter dapat meningkatkan dead space.


SETTING VENTILATOR

Setting ventilator biasanya berbeda-beda tergantung pasien. Semua ventilator di disain untuk memonitor komponen2 dari keadaan sistim respirasi (paru-paru) pasien. Beberapa alarm dan parameter dapat disetting untuk mengingatkan perawat/dokter bahwa pasien tidak cocok dengan setting atau menunjukkan keadaan berbahaya.

Respiratory Rate (RR)

Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah nafas yang diberikan ke pasien setiap menitnya. Setting RR tergantung dari TV, jenis kelainan paru pasien, dan target PaCO2 pasien. Parameter alarm RR di set diatas dan di bawah nilai RR yang diset. Misalnya jika set RR 10 kali/menit, maka set alarm sebaiknya diatas 12x/menit dan di bawah 8 x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.

Pada pasien2 dgn asma (obstruktif), RR sebaiknya diset antara 6-8 x/menit, agar tidak terjadi auto-PEEP dan dynamic-hyperinflation. Selain itu pasien2 PPOK memang sudah terbiasa dengan PaCO2 tinggi, sehingga PaCO2 jangan terlalu rendah/normal.

Pada pasien2 dengan PPOK (resktriktif) biasanya tolerate dengan RR 12-20 x/menit. Sedangkan untuk pasien normal RR biasanya 8-12 x/menit.

Waktu (time) merupakan variabel yg mengatur siklus respirasi. Contoh: Setting RR 10 x/menit, maka siklus respirasi (Ttotal) adalah 60/10 = 6 detik. Berarti siklus respirasi (inspirasi + ekspirasi) harus berlangsung dibawah 6 detik.

Tidal Volume (VT)

Tidal Volume adalah volume gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap sekali nafas. Umumnya setting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dgn paru normal tolerate dgn tidal volume 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Untuk pasien ARDS memakai konsep permissive hipercapnea (membiarkan PaCO2 tinggi > 45 mmHg, asal PaO2 normal, dgn cara menurunkan tidal volume yaitu 4-6 cc/kgBB) Tidal volume rendah ini dimaksudkan agar terhindar dari barotrauma. Parameter alarm tidal volume diset diatas dan dia bawah nilai yg kita set. Monitoring tidal volume sangat perlu jika kita memakai TIME Cycled.

Fraksi Oksigen, (FiO2)

FiO2 adalah jumlah oksigen yg dihantarkan/diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasi berkisar 21-100%. Rekomendasi untuk setting FiO2 pada awal pemasangan ventilator adalah 100%. Namun pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab rersiko oxygen toxicity (keracunan oksigen) akan meningkat. Keracunan O2 menyebabkan perubahan struktur membrane alveolar-capillary, edema paru, atelektasis, dan penurunan PaO2 yg refrakter (ARDS). Setelah pasien stabil, FiO2 dapat di weaning bertahap berdasarkan pulse oksimetri dan Astrup. Catatan; setiap tindakan suctioning (terutama pd pasien hipoksemia berat), bronkoskopi, chest fisioterapi, atau prosedur berat (stres) dan waktu transport (CT scan dll) FiO2 harus 100% selama 15 menit serta menambahkan 20-30% dari pressure atau TV sebelumnya, sebelum prosedur dilakukan. Namun pada pasien-pasien dengan hipoksemia berat karena ARDS skor tinggi, atau atelektasis berat yang sedang menggunakan PEEP tinggi sebaiknya jangan di suction atau dilakukan prosedur bronkoskopi dahulu, sebab pada saat PEEP dilepas maka paru akan segera kolaps kembali dan sulit mengembangkannya lagi.

Inspirasi:Ekspirasi (I:E) Ratio

I:E rasio biasanya diset 1:2 atau 1:1.5 yang merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Terkadang diperlukan fase inspirasi yg sama atau lebih lama dibanding ekspirasi untuk menaikkan PaO2, seperti pada ARDS, berkisar 1:1 sampai 4:1.

Pressure Limit/ Pressure Inspirasi

Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari volume cycled ventilator, sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Pressure yg direkomendasi adalah plateau pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini dicapai maka secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi. Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit ventilator. Biasanya akan normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga dapat terjadi karena pasien batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau kinking pada tubing ventilator.

Flow Rate/ Peak flow

Adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yg diset/menit. Biasanya setting antara 40-100 L/menit.
Inspiratory flow rate merupakan fungsi dari RR, TV dan I:E rasio
Flow = Liter/menit = TV/TInspirasi x 60
Jika RR 20x/menit maka: Ttotal = 60/20 = 3 detik. Jika rasio 1:2 ,
Tinspirasi = 1 detik. Untuk menghantarkan tidal volume (TV) 500 cc diperlukan Inspiratory flow rate = 0.5/1 x 60 = 30 Liter/menit.

Sensitifity/Trigger

Sensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk memulai/mentrigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa flow atau pressure. Flow biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah bernafas spontan dan memakai PS/Spontan/ASB karena dapat megurangi kerja nafas/work of breathing. Selain itu pada pasien PPOK penggunaan flow sensitiviti lebih baik karena pada PPOK sudah terdapat intrinsic PEEP pada paru pasien sehingga pemakaian pressure sensitiviti kurang menguntungkan. Nilai sensitivity berkisar 2 sampai -20 cmH2O untuk pressure sedangkan untuk flow antara 2-20 L/menit. Jika PaCO2 pasien perlu dipertahankan konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka setting dapat dibuat tidak sensitif. Dengan demikian setiap usaha nafas pasien tidak akan dibantu oleh ventilator. Pada keadaan ini perlu diberikan sedasi dan pelumpuh otot (muscle relaksan) karena pasien akan merasa tidak nyaman sewaktu bangun. Namun jika memakai mode assisted atau SIM atau spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat sensitif.

PEEP (Positive End Expiratory Pressure)

PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan PaO2 yg refrakter. Nilai PEEP selalu dimulai dari 5 cmH2O. Setiap perubahan pada PEEP harus berdasarkan analisa gas darah, toleransi dari PEEP, kebutuhan FiO2 dan respon kardiovaskular. Jika PaO2 masih rendah sedangkan FiO2 sudah 60% maka PEEP merupakan pilihan utama sampai nilai 15 cmH2O.


Fungsi PEEP:
Redistribusi cairan ekstravaskular paru
Meningkatkan volume alveolus
Mengembangkan alveoli yg kolaps


Setting alarm ventilator

Alarm Low exhaled volume
Set 100 cc dibawah nilai tidal volume ekspirasi, misalnya tidal volume ekspirasi 500 cc maka alarm diset 400 cc.
Akan berbunyi jika tidal volume pasien tidak adekuat
Biasanya digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim di ventilator atau terjadi disconnect sirkuit

Alarm Low Inspiratory Pressure
Sebaiknya diset 10-15 cmH2O dibawah PIP (Peak Inspiratory Pressure)
Akan berbunyi jika Pressure turun dibawah yang diset.
Juga digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim
Jika alarm ini berbunyi maka perlu dilakukan pemeriksaan pasien terhadap:
Air di dalam sirkuit
ETT kinking atau tergigit
Sekresi dalam ETT
Bronkospasme
Pneumotoraks tension
Low compliance (efusi pleura, edema paru akut, asites)
Peningkatan airway resistance
Batuk

MODE VENTILASI

Terminologi untuk mode ventilasi saat ini banyak yang membingungkan. Misalnya seperti penggunaan kata-kata yang tidak tepat; “control”, “cycled” atau “assist’. Namun saat ini banyak penulis yang mengikuti terminologi yang dibuat oleh Kapadia. [Postgrad Med J 1998 74 330-5]. Ia membagi terminologi mode menjadi 3 dasar:
The Trigger - the signal that opens the inspiratory valve, allowing air to flow into the patient;
The Limit - the factor which limits the rate at which gas flow into the lungs;
Cycling - the signal which stops inspiration AND eventually opens the expiratory valve.

Start/initiation/trigger positive pressure

Target/limit/batasan positive pressure

Cycled/Siklus/peralihan inspirasi ke ekspirasi

Terminologi ini disingkat TLC Approaches

Start/initiation/trigger:

Ada 2 cara:
Berdasarkan waktu (time-trigger) yg telah diset
à control mode
Berdasarkan penurunan airway pressure (pasien-trigger)
à assisted mode
Target/limit:

Ada 2 macam:
Berdasarkan volume yg diset à volume target
Berdasarkan pressure yg diset à pressure target

volume target
= TV/flow konstan, tapi pressure berubah2 sesuai compl paru pasien
FLOW
KONSTAN
PRESSURE

pressure target
= pressure konstan tapi TV/flow berubah2 sesuai compl paru pasien
PRESSURE
KONSTAN
FLOW

Cycled:

Ada 4 cara:
Berdasarkan volume yg diset à volume cycled
Berdasarkan pressure yg diset à time cycled
Berdasarkan penururnan flow à flow cycled


MODE OF VENTILASI

CONTROL MODE

1. Volume Control Mode
2. Pressure Control mode

Karakteristik:
à Start/trigger berdasarkan waktu
à Target/limit bisa volume atau pressure
à Cycled bisa volume atau bisa time/pressure (jika vol/pressure sudah tercapai seperti yg diset, inspirasi stop menjadi ekspirasi)
à Disebut juga time-trigger ventilasi
à Baik volume/pressure level maupun RR dikontrol oleh ventilator
à Jika ada usaha nafas tambahan dari pasien tidak akan dibantu oleh ventilator


Control Volume Cycled
( CMV – Bennet 7200, IPPV – Drager, S-CMV – Galileo, VC – Servo 900C)


Control Time cycled
(BIPAP – Drager, P-CMV – Galileo, PC – Servo 900C)


Setting:
à Tidal volume atau level Pressure
à RR
à PEEP
à FiO2
à Peak flow
à I:E rasio
à Sensitivity

Indikasi:
à Sering digunakan untuk pasien yg fighting terhadap ventilator terutama saat pertama kali memakai ventilator
à Pasien tetanus atau kejang yang dapat menghentikan hantaran gas ventilator
à Pasien yang sama sekali tidak ada trigger nafas (cedera kepala berat)
à Trauma dada dgn gerakan nafas paradoks
à Jangan digunakan tanpa sedasi atau pelumpuh otot

Komplikasi:
à Pasien total dependen/sangat tergantung pada ventilator
à Potensial apneu (malas bernafas)



ASSISTED MODE

1. Assisted Volume mode
2. Assisted Pressure mode

Karakteristik:

à Start/trigger oleh usaha nafas pasien yaitu penurunan tekanan jalan nafas
à Target/limit oleh volume/time atau pressure
à Cycled oleh volume atau pressure
à Disebut juga pasien-trigger ventilation
à RR lebih dari yg diset, karena setiap usaha nafas dibantu oleh ventilator
à Tidal volume sesuai yg diset.
à Jika nafas bervariasi; kadang pasien-trigger, kadang time-trigger maka disebut ASSISTED CONTROL MODE


Assisted Volume Cycled
Start/Initiation = pasien - trigger
Time
Pressure

Setting:
à Tidal volume atau Pressure level
à RR
à PEEP
à FiO2
à Peak flow
à I:E Rasio
à Sensitivity <5 cmH2O
Indikasi:
à Proses weaning
Komplikasi:
à Hiperventilasi
à respiratory alkalosis
à Pada cedera kepala sering menyebabkan hiperventilasi, sebaiknya segera ganti mode. Kedua mode diatas 9 control mode maupun assisted mode disebut juga Full ventilatory support, sedangkan SIMV, PS, ASB, Spontan disebut juga partial ventilatory support.

SIMV MODE (Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation)
Adalah mode dimana ventilator memberikan nafas control (mandatory) namun membiarkan pasien bernafas spontan diantara nafas control tersebut.
Karakteristik:
à Start/trigger oleh pasien
à Target/limit oleh volume
à Cycled oleh volume
Setting:
à Tidal volume
à SIMV rate/siklus SIMV
à Peak flow
à PEEP
à FiO2
à Level PS/ASB/Spontan
SIMV = 10 detik Periode SIMV 3 detik Periode spontan 7 detik Contoh, Jika setting SIMV rate = 6. Berarti siklus SIMV = 60/6 = 10 detik Jika RR pasien 20; maka Ttotal pasien (periode SIMV) = 60/20 = 3 detik. Periode SIMV dibuat sama dgn pola nafas pasien, dgn cara menghitung dahulu pola nafas pasien. Jika nafas pasien 20 x/m maka T total pasien = 3 dtk, dgn I:E = 1:2 maka Ti pasien 1 detik. Maka peak flow diset TV/1 dtk x 60 Sisanya adalah periode spontan 10 – 3 = 7 detik

PRESSURE SUPPORT/SPONTAN/FLOW CYCLED
Karakterisrik:
à Start/trigger berdasarkan usaha nafas pasien
à Target/limit berdasarkan pressure level yang diset
à Cycled berdasarkan penurunan peak flow inspirasi 25% (manufactured = setting dari pabrik), Inspirasi pasien hanya dibantu sebagian.
Beberapa ventilator modern saat ini mempunyai setting seperti ETS (expiratory trigger sensitivity). Jika di set 40% berarti flow inspirasi akan berhenti saat flow mencapai 40% dari flow rate pasien saat itu. Beberapa penelitian menunjukkan untuk pasien PPOK maka ETS sebaiknya lebih cepat ( >25%) untuk menghindari autoPEEP.
à Berfungsi mengatasi resistensi ETT, dengan memberi support inspirasi saja
à Peak flow, ekspirasi serta RR ditentukan oleh pasien (tergantung pasien sendiri).

Setting:

à Inspiratory Pressure Level
à PEEP
à FiO2

Indikasi:
Untuk pasien yang sudah dapat bernafas spontan (sudah ada trigger). Semakin kecil ETT semakin tinggi resitensi, oleh sebab itu pada pasien dewasa setting level pressure inspirasi biasanya hanya antara 5-10 cmH2O, sedangkan pada anak kecil lebih besar yaitu 10 cmH20. Jika pasien sudah tolerate dengan PS rendah à 5-10 cmH2O lebih dari 24 jam, sebenarnya tidal volume pasien sudah cukup, karena PS 5-10 hanya untuk mengkompensasi resistensi dari tube.

Kontraindikasi:
à Pasien yang belum ada trigger (belum bernafas spontan), atau pasien yang menggunakan obat pelumpuh otot (esmeron, norcuron atau pavulon)
à PS/Spontan dapat diback up oleh SIMV, jika weaning pada pasien cedera kepala dimana trigger masih jarang.

Common modes of ventilation - TLC classification
Mode
Trigger
Limit
Cycling
Continuous Mechanical Ventilation Assist (CMVa)=Assist-Control(A/C)= Volume-Control-Assist (VCa)
Ventilator or Patient
Flow
Volume (Time controls pause)
Pressure Control Ventilation (PCV)
Ventilator or Patient
Pressure
Time (Time also controls pause)
volume-cycled Synchronised-Intermittent-Mandatory Ventilation (SIMV)
Ventilator or Patient
Flow (mandatory breath)
Volume (mandatory breath)
pressure-limited SIMV
Ventilator or Patient
Pressure (mandatory breath)
Time (mandatory breath)
Pressure Support (PS)
Patient
Pressure
Flow
CPAP
Patient
Pressure
Flow
CPAP + PS
Patient
Pressure
Flow
SIMV + PS
A combination of synchronised intermittent mandatory ventilation (with the appropriate characteristics of the mandatory breaths) and pressure support (with its characteristics). Note that either type of SIMV mentioned above may be used.
Note that where CPAP is combined with ventilator triggered modes, confusing terminology kicks in again - CPAP is then called "PEEP" (Positive End-Expiratory Pressure).



CONTOH SALAH SATU AUTOMATED MODE PADA VENTILATOR2 MODERN.

A S V
(ADAPTIVE SUPPORT VENTILATION)
Galileo, Hamilton Medical, sweden

ASV adalah mode baru ventilasi mekanik. ASV didisain untuk memberikan ventilasi dengan jaminan minimal minute ventilation (ventilasi semenit=RRxTV), baik untuk pasien yang masih di kontrol maupun pasien yang sudah nafas spontan. Pada setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis menyesuaikan kebutuhan ventilasi pasien berdasarkan setting minimal minute ventilation dan Berat Badan ideal pasien. BB diset oleh dokter/perawat sedangkan mekanik respirasi/paru (compliance dan resistensi jalan nafas pasien) ditentukan oleh ventilator. Dengan ASV, ventilasi yang diberikan dapat menjamin minimum inspiratory pressure (mencegah barotruma), mencegah auto-PEEP, menghilangkan intrinsik=PEEP.

ASV merupakan kombinasi antara Pressure Control dan Pressure Support ventilation. Jika pasien diberikan sedasi atau pelumpuh otot sehingga tidak ada trigger nafas, maka ASV secara otomatis akan menjadi mode Pressure Control murni. Jika kemudian pasien mulai bangun (trigger +) atau mulai diweaning, maka ASV akan berubah otomatis menjadi Pressure Support.

ASV mengasumsikan normal minute ventilasi seseorang adalah 100 ml/kgBB untuk dewasa dan 200 ml/kgBB untuk pediatrik. Sebagai contoh, jika BB seseorang 50 kg, maka menit volume minimal orang tersebut ( TV x RR) diasumsikan 5 L/menit.

Setelah data BB ideal tersebut dimasukkan, maka untuk memberikan minimal menit ventilasi, %MinVol diset 100%. Ini berarti ventilator akan memberikan jaminan menit ventilasi sebesar 5L/menit, sedangkan besarnya TV/Pressure Insp dan RR tergantung pada penilaian ventilator terhadap compliance paru dan resistensi jalan nafas pasien. Misalnya setelah 5 kali positif pressure diberikan, compliance dan resistensi pasien segera dinilai oleh ventilator/ASV. Dari 5 kali test breaths tersebut ventilator akan mengambil nilai pressure rata-rata, jika rata-rata pressure didapat 20 cmH2O, dan dgn pressure tersebut tidal volume yang bisa masuk sebesar 300 ml maka ASV akan mencari nilai RR agar 300 cc tersebut jika dikalikan RR mencapai target yang sudah diset yaitu 5 Liter/menit. Berarti ASV akan memberikan RR 5/0.3 = 16 kali/menit. Jika terjadi penurunan compliance seperti edema paru akut atau pneumonia berat, dimana dengan pressure 20 cmH2O tidal volume yang masuk hanya 100 ml, maka ASV akan meningkatkan lagi RR agar minute volume tetap sesuai target 5 liter/mnt. Sebaliknya jika edema paru atau pneumonia terkoreksi, dimana dengan pressure yg sama yaitu 20 cmH2O tidal volume meningkat perlahan, maka ASV secara otomatis akan menurunkan kembali RR agar target minVol konstan. Kalukulasi ini semua dilakukan nafas demi nafas (breath by breath) oleh ASV, sehingga RR dan tidal volume ekspirasi terlihat berubah-ubah setiap saat sesuai kondisi paru pasien.

Dengan ASV maka mulai dari pasien dikontrol sampai weaning pasien hanya memakai satu mode saja. Sebab mulai dari pressure kontrol (paralisis) sampai weaning dengan Pressure Support atau sebaliknya, mode yg digunakan hanya ASV.

Misalnya sementara memakai ASV tiba-tiba RR menjadi meningkat sampai >30 x/menit, saturasi turun, setelah di periksa ternyata terjadi edema paru atau penumonia berat, maka pasien segera dikontrol lagi dengan memakai pelumpuh otot. Setelah diberikan pelumpuh otot ASV secara otomatis akan segera berubah menjadi Pressure Control tanpa user harus merubah mode lain.

Weaning dengan ASV, adalah dengan menurunkan %min volume, sampai 40-50%. Sebab jika dalam proses weaning %minVol dipertahankan 100% berarti pasien tidak diberi kesempatan bernafas sendiri, karena semua kebutuhan min-vol nya dippenuhi oleh ASV. Jika ASV sudah mencapai 50% berarti mode ini disebut parsial ventilation mirip dengan PS atau SIMV mode.

Dengan berdasarkan pada menit ventilasi ini maka setting tidal volume, Insp Pressure, I:E rasio, peak flow dan RR tidak diperlukan lagi, sehingga pengoperasian menjadi lebih mudah.

Ventilasi Mekanik - Trouble Shooting

VENTILASI MEKANIK –TROUBLE SHOOTING

ICU – RSUP DR Hasan Sadikin Bandung


A. Pendahuluan
Ventilasi mekanik merupakan suatu prosedur yang tidak fisiologis akan tetapi tetap harus diberikan pada gangguan ventilasi. Tujuan dari pemberian ventilasi mekanik adalah :
- mempertahankan ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat
- menjaga agar antara ventilator dengan pasien tetap sinkron
- meminimalkan efek samping
Untuk mencapai tujuan tersebut maka salah satu prosedur yang harus dilakukan adalah melakukan monitoring dan melakukan intervensi untuk setiap keadaan yang akan meyebabkan efek samping yang tidak diinginkan (trouble shhooting).
Bila terjadi ketidak sesuaian (dysynchrony) antara pasien dengan ventilator harus segera dicari penyebabnya untuk segera diatasi. Masalah yang timbul dapat berasal dari ventilator, sirkuit, ETT, atau pasiennya sendiri.

Hal-hal lain yang harus diperhatikan atau diwaspadai saat monitoring pada pemberian ventilasi mekanik adalah terjadinya apnea saat diberikan mode assist dan terjadinya respiratory distress yang mendadak (saat sedang diberikan ventilasi mekanik).
Antara ventilator denagn pasien, biasanya dibutuhkan alat-alat seperti : ETT, kanula trakheostomi, atau face/nasal mask (pada NPPV), dan sirkuit. Semua faktor diatas dapat merupakan tempat terjadi nya masalah dan harus selalu diwaspadai.
- ETT yang tidak adekuat ; kedalaman, ukuran/diameter nya, cuff yang bocor/leakage .
- Sirkuit yang bocor atau resistensinya tinggi
- Malfunction dari ventilator.

Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai berbagai hal antara lain :
- Mengenal masalah yang timbul saat dilakukan ventilasi mekanik
- Mengatasi masalah-masalah yang timbul saat dilakukan ventilasi mekanik
- Penyebab-penyebab yang spesifik dari respiratory distress yang terjadi mendadak saat ventilasi mekanik

B. Mengenal masalah yang timbul saat dilakukan ventilasi mekanik dan penanggulangannnya
Penyebab-penyebab terjadinya gangguan ventilasi saat sedang dilakukan ventilasi mekanik :
Penyebab / masalah yang berasal dari pasien antara lain :
- Artificial airway
- Sekret
- Pneumotoraks
- Bronchospasm
- Edema paru
- Emboli paru
- Dynamic hyperinflation
- Abnormal respiratory drive
- Perubahan posisi tubuh
- Distensi abdomen
- Agitasi

Penyebab yang berasal dari ventilator
- Kebocoran pada sistim
- Malfunction pada sirkuit
- FiO2 yang tidak cukup
- Support dari ventilator yang tidak cukup untuk pasien ybs

Salah satu penyebab yang penting adalah adanya dysynchrony antara pasien dengan ventilator. Untuk mengenal adanya masalah pada pasien/synchrony antara pasien dengan ventilator perlu dilakukan monitoring yang adekuat pada pasien-pasien yang dilakukan ventilasi mekanik.
Tanda-tanda klinis yang akan menyadarkan klinisi untuk malakukan intervensi saat ventilasi mekanik adalah ditemukannya tanda-tanda respiratory distress, yang ditandai dengan adanya takhipnoe, keringat, gerakan cuping hidung, peningkatan WOB, retraksi suprasternal, epigastrik, dan interkostal, tracheal tug , gerakan abdominal yang tiddak synchron dengan gerakan dada dan biasanya diikuti dengan gangguan sistim kardiovaskuler seperti : tachycardia, arrhythmia, dan hipotensi.

Masalah yang berasal dari artifisial airway
Merupakan masalah yang sangat serius, dan harus segera diatasi. Penyebab yang biasanya terjadi antara lain :
- ETT yang teralu dalam ( endobronchial intubation) . Hal ini dapat terjadi karena pergerakan ETT misalnya karena perubahan posisi menjadi fleksi, akan menyebabkan pergeseran ETT kira-kira 1.9 cm kearah karina. Bahaya dari keadaan ini adalah terjadinya atelektasis dari paru-paru kiri. Cara mengatasi hal ini adalah dengan menarik ETT 1 - 2 cm, dan dengarkan suara pernafasan di dada kanan dan kiri, kemudian fiksasi dari ETT dengan baik.
- ETT yang tertarik sampai diatas pita suara. Keadaan ini dapat menyebabkan distress mendadak dengan penurunan volume tidal dan adanya kebocoran udara lewat hidung dan mulut.Keadaan ini dapat terjadi karena perubahan posisi menjadi ekstensi ( dapat menggeser ETT 1.9 – 5.2 cm kearah keluar dari trachea). Untuk mengatasinya harus dilakukan reintubasi
- Herniasi dari cuff ETT dapat menyebabkan oklusi. Biasanya terjadi setelah merubah posisi leher/ kepala. Tindakannyangnharus dilakukan adalah dengan deflasi / mengempiskan cuff ETT ybs.
- Ruptur dari cuff ETT. Tanda-tanda yang didapatkan berupa penurunan TV dari yang sudah diset pada awalnya, demikian juga PEEP dan hal ini terjadi karena terjadi kebocoran pada airway. Tanda-tanda yang dapat menunjang diagnosa ini adalah tanda-tanda leakage, waktu dilakukan aspirasi dari cuff tidak dapat ditarik udara spt awal, bahkan akan teraspirasi sekret, atau bahkan makanan.
- ETT kinking. Aan didapatkan tanda-tanda obstruksi. Dan hal ini dapat diperbaiki dengan merubah posisi kepala atau langsung meluruskan kembali ETT.
- Adanya benda asing
- Ruptur dari arteri innominata, terjadi pada 0.4-4.5% dari pasien-pasien yang dilakukan tracheostomy dan angka kematiannnya mencapai 85%. Ruptur terjadi pada 3 minggu setelah tracheostomy dengan gambaran klinis berupa perdarahan dari tracheal tube. Cara mengatasinya adalah dengan mngembangkan balon /cuff tracheostomy sebesar mungkin yang akan berfungsi sebagai tamponade.
- Fistel tracheoesophageal. Biasanya terjadi pada pasien yang di tracheostomy dan memakai NGT cukup lama. Pada keadaan ini akan didapatkan tanda2 leakage.

Sekret.
Masalah sekret dapat ditimbulkan oleh sekret yang terlalu kental atau terlalu banyak .Dapat juga hal ini terjadi karena bekuan darah pada lumen ETT. Pada keadaan ini dapat menyebabkan obstruksi dan atelektasis. Yang harus dilakukan adalah mengganti ETT, atau sekret dapat diangkat dengan melakukan bronchoscopy.

Pneumotoraks
Kejadian respiratory distress yang mendadak saat ventilasi mekanik harus dicurigai adanya pneumotoraks. Kejadian ini terjadi pada 43% pasien yang mendapat Pins ( peak inspiratory pressure) > 70 cm H2O, pasien2 dengan ARDS, COPD, necritizing pneumonia. Tanda-tanda klinis yang didapatkan antara lain repiratory distress, hyperresonance, tracheal deviation, kearah kontralateral, penurnan suara VBS pada daerah yang terkena, penurunan compliance paru, dan tanda2 kolaps sistim kardiovaskular.
Tinadakan torakostomi dengan jarum iv kateter no 16 -14 yang dihubungkan dengan syringe yanag diisi aquadest steril, atau NaCl sol, pada ics 2 linea mid clavicula, harus segera dilakukan karena bila terlambat akan cepat menyebabkan kematian. Setelah insersi jarum tadi baru dilakukan chest Xray sebelum pemasangan chest tube yang definitive.

Bronchospame
Tanda-tanda klinis yang didapatkan antara lain adalan adanya peningkatan WOB, wheezing, retraksi supra sternal, intercostal, terjadi peningkatan Pins ( peak airway pressure), Cdyn ( dynamic characteristic ) menurun sementara Cst (static compliance ) relative tetap atau berubah sedikit saja.
Terapi yang harus dilakukan adalah dengan membeikan bronchodilator per inhalasi, parenteral corticosteroid, dan theophylline.

Edema paru
Perlu ipertimbangkan apakah penyebab kardiak atau non kardiak. Keadaan ini paling sering sebagai penyebab respiratory distress pada pasien-tanda yang dilakukan ventilasi mekanik.

Emboli paru
Kejadiannya jarang akan tetapi mempunyai angka kematian yang tinggi. Tanda-tanda klinis yang didapatkan antara lain : dyspnea, tachypnea, chest pain, fever, hemoptisis, tanda-tanda deep vein thrombosis. Tanda-tanda klinis ini tidak spesifik/ sensitif bahkan pada pulmonary angiography pun 50% menunjukkan tanda-tanda yang negative.
Terapi : biasanya diberikan heparin yang dilanjutkan dengan pemberian warfarin.


Drug induced Distress
Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilation/perfusion, yang diakibatkan oleh penggunaan bronchodilator, vasodilator ( nitrogliserin, nitroprusid). Pemberian lipid intravena juga dapat merupakan pencetus terjadinya hipoksemia. Antibiotik Aminoglycoside dapat menimbulkan blokade nerouskular yang dapat berpengaruh terhadap otot-otot pernafasan. Pemberian theophyllin dapat menyebabkan terjadinya agitasi.

Abdominal distension
Distensi abdomen dapat menyebabkan perubahan pada otot diafragma yang menonjol kearah toraks, dan akan menyebabkan atelektasis basiler, dan akan berpengaruh terhadap ventilasi/ perfusi. Distensi lambung dapat terjadi karena beberapa hal antara lain
1. Peningkatan tekanan mouth pressure diatas tekanan pada lower esophageal sphincter pada saat pemberian ventilasi mekanik.
2. Peningkatan tekanan intra trachea yang melebihi tekanan pada cuff , tekanan pada lower esophageal sphincter , dan pada saat yang bersamaan mulut tertututp saat ventilasi mekanik.
3. pada proses intubasi yang lama karena terjadi kesulitan intubasi. Meteorisme dapat menyebabkan ruptur gaster.
Distensi colon yang masive tanpa adanya distensi usus halus dapat terjadi karena pada pasien-pasien yang dilakukan ventilasi mekanik. Penyebabnya biasanya karena aerophagia.

Agitasi
Agitasi biasanya disebabkan oleh faktor2 sbb :
- nyeri
- anxiety
- delirium
- dyspnea
Pada saat seperti ini perlu diperhatikan ada/ tidaknya overdistensi dari bladder.

Masalah2 yang berasal dari Ventilator
Bila pemberian ventilasi manual saat terjadi respiratory distress pada pasien-pasien dengan ventilasi mekanik, dapat dipastikan masalahnya berada pada ventilator.
Masalah yang dapat timbul antara lain :
- Kebocoran dari sistem
- FiO2 yang tidak adekuat
- Support ventilator yang tidak adekuat (tidak sesuai dengan kebutuhan pasien)
- Adanya asynchrony antara pasien dengan ventilator

Massalah ventilator yang dapat diidentifikasikan
- Airway pressure ( Paw)
Dimana Paw yang tinggi akan menyebabkan barotrauma dan rumus untuk Paw adalah : Paw = Flow x Resistensi x tekanan alveolar ( PA) Paw diukur pada ventilator, dan bukan pada jalan nafas pasien. Bila terjadi gangguan pada Paw maka kemungkinan masalah terdapat di : ventilator, sirkuit, ETT atau pada pasien ( tabel 1 )

- Inspiratory Pause Pressure ( gb 1 )
Yaitu tekanan yang diukur pada akhir inspirasi pada saat mana tidak terdapat aliran udara, pada flow 0 maka Inspiratory Pause Pressure sama dengan alveolar pressure ( PA), dan PA inilah yang lebih berpengaruh untuk terjadinya barotrauma. PA = Volume/ compliance + PEEP. Sebaiknya PA dipertahankan < 30 mmHg . PA yang tinggi dapat disebabkan oleh ; tidal volume yang tinggi, gas trapping, PEEP, atau karena gangguan compliance paru.

- Tidal volume
Tidal volume yang terlalu tinggi akan menyebabkan acute lung injury, ARDS, dan air leak. Tidal volume yang tidak mencukupi akan menyebabkan hipoventilasi dan asidosis respiratorik. TV yang diukur biasanya TV yang keluar dari ventilator, dan pengukuran TV ekspirasi akan lebih akurat dalam menunjukkan TV pasien yang sebenarnya. Perbedaan antara insp TV dan exp TV biasaya disebabkan oleh kebocoran pada sistem ( ventilator, sirkuit, ETT, atau pasien ).

- Minute Ventilation
Adalah perkalian antara TV dan Respiratory rate. Pada pasien yang masih nafas spontan ( trigering ventilator), pH dan PaCO2 merupakan indikator kecukupan MV

- Intrisic PEEP (gambar 2)
terjadi karena gas trapping pada paru-paru. Intrinsic PEEP adalah perbedaan antara total PEEP dan PEEP yang diset pada ventilator.

Ventilasi mekanik akan sangat berpegaruh terhadap sistim kardiopulmoner pasien ybs, sehingga dapat terjadi beberapa perubahan yang harus selalu dimonitor/ diwaspadai, antara lain :
- hipotensi
- patients ventilator dysynchrony
- desaturasi
- peningkatan resistensi airway/ adanya sekret
- penurunan compliance paru
- pneumotoraks
gambar 1
gambar 2


Bila terjadi desaturasi saat ventilasi mekanik maka yang harus dilakukan adalah mendeteksi penyebabnya secepat mungkin : masalah pasiennya, sirkuit, atau ventilator?. Tindakan pertama yang dilakukan adalah memeriksa kembali apakah gambaran gelombang yang ditampilkan pada pulse oksimetri memang menunjukkan kedaan yang sebenarnya, kemudian naikkan FiO2 menjadi 100%, dan pastikan apakah pasien masih bernafas ( apakah nafas spontan pasien masih ada ? ). Lakukan sesuai algoritma seperti pada bagan dibawah ini ( gambar 3). Disconect pasien dari ventilator dan bila pasien mudah diventilasi secara manual maka diduga penyebabnya dari ventilator.
Bila pada saat disconect terdapat kesulitan untuk melakukan ventilasi secara manual, maka diduga penyebabnya dari ETT seperti sudah diuraikan diatas, dan bila bukan masalah ETT maka cari penyebab dari pasien ybs.

gambar 3





Daftar Pustaka
Gomersall . C, Joynt, G., Cheng, F., Mechanical ventilation – monitoring & trouble shooting , Basic assessment and support in intensive care ; Dept of Anaesthesia & Intensive Care the Chinese University
Tobin.MJ., Fahey. PJ., Management of the patients who is fighting the ventilator, Principle and practice of mechanical ventilation, 1st Ed , Mc Graw Hill United State, 1994

Saturday, March 3, 2007

Perawatan Ventilator

PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR

Pengertian
Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di desain untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan.

Tujuan Pemasangan Ventilator
1. Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan ventilasi yang fisiologis.
2. Memanipulasi “air way pressure” dan corak ventilasi untuk memperbaiki efisiensi ventilasi dan oksigenasi.
3. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas.

Indikasi Pemasangan Ventilator
- “Respiratory Rate” lebih dari 35 x/menit.
- “Tidal Volume” kurang dari 5 cc/kg BB.
- PaO2 kurang dari 60, dengan FiO2 “room air”
- PaCO2 lebih dari 60 mmHg

Alat-alat yang disediakan
- Ventilator
- Spirometer
- Air viva (ambu bag)
- Oksigen sentral
- Perlengkapan untuk mengisap sekresi
- Kompresor Air

Setting Ventilator
1. Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :
M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)
Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB
Normal R.R = - pada orang dewasa = 10 – 12 x/menit
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.

Pada Servo Ventilator 900 C :
- M.V dibawah 4 liter, pakai standar “infant”
- M.V. diatas 4 liter, pakai standar “adult”
2. Modus
Tergantung dari keadaan klinis pasien.
Bila mempergunakan “IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.
3. PEEP
Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien.
Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg.
Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO2 dinaikan sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5 mmHg.
Catatan :
- Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
- PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15 mmHg.
4. Pengaturan Alarm :
- Oksigen = batas terendah : 10 % dibawah yang diset
batas tertinggi : 10 % diatas yang diset
- “Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset
- “Air Way Pressure” = batas tertinggi 10 cm diatas yang diset

Pemantauan
1. Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
Nilai standar : PCO2 = 35 – 45 mmHg
Saturasi O2 = 96 – 97 %
PaO2 = 80 – 100 mmHg
Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan.
Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan.
2. Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
3. Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah, sianosis, temperatur.
4. Auskultasi paru untuk mengetahui :
- letak tube
- perkembangan paru-paru yang simetris
- panjang tube
5. Periksa keseimbangan cairan setiap hari
6. Periksa elektrolit setiap hari
7. “Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg
8. “Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam
9. Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
10. Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
- gelisah, kesadaran menurun
- sianosis
- distensi vena leher
- trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”
- salah satu dinding torak jadi mengembang
- pada perkusi terdapat timpani.

Perawatan :
1. Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada keluarganya bagi pasien yang tidak sadar.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk mencegah infeksi.
3. “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan air yang terjadi tidak masuk ke paru pasien.
4. Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air diganti tiap 24 jam.
5. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan sampai letak dan panjang tube berubah.
Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”
6. Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :
Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.
7. Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah posisi tiap 2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya dekubitus.
8. Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.
9. Teknik mengembangkan “cuff” :
- kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara bocor.
- “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.


Beberapa hal yang harus diperhatikan
A. Humidifasi dan Suhu
Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan.
Dua proses ini harus ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan pengontrol suhu dan diisi air sebatas level yang sudah ditentukan (system boiling water) terjadi Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk mencapai suhu 370 C pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ± sama dengan suhu tubuh.
Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C - 380 C.
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan luka bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan akibatnya obstruksi jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila suhu ke pasien kurang dari 360 C membuat kesempatan untuk tumbuhnya kuman.
Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara dialirkan melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.
Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan kedua system diatas, tetapi humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada ujung sirkuit Ventilasi Mekanik.

B. Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi dan penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan ini membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan sterilitas !!
Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari adanya peningkatan tekanan inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini indikasi untuk dilakukan pengisapan.
Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara melakukan clapping, fibrasing perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk mengurangi pelengketan sekresi.

C. Perawatan selang Endotrakeal
Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah terjadinya migrasi, kinking dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate jangan diabaikan. Penggantian plesterfiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan karena ini merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-tanda lecet/ iritasi pada kulit atau pinggir bibir dilokasi pemasangan selang endotrakeal.
Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang mayo/gudel sesuai ukuran, ini gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit, dan bisa juga memudahkan untuk melakukan pengisapan sekresi.
Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada Ventilasi Mekanik dapat mencegah tertariknya selang endotrakeal akibat dari beban sirkuit yang berat.
Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu yang lama perlu di pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang sebelumnya kolaborasi dengan dokter dan keluarga pasien.

D. Tekanan cuff endotrakeal
Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan inflasi dan kelebihan tekanan pada dinding trakea.
Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan terbaik adalah paling rendah tanpa adanya kebocoran/penurunan tidal volume.
Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah terjadinya nekrosis pada trakea.



E. Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek samping yang memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi paru dan kematian.
Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat diberikan melalui Nasogastric tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding terlebih dahulu, terutama pada pasien dengan post laparatomy dengan reseksi usus.
Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui enteral bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.
Pemberian nutrisi ?


F. Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu sangat penting dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian tetes mata/zalf mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip hilang, kelopak mata harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan trauma. edema sclera dapat terjadi pada pasien dengan Ventilasi Mekanik bila tekanan vena meningkat. ® ….. Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi.

Keterampilan perawat di ICU sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan dan keberhasilan tindakan.
Berbagai peralatan berteknologi tinggi seperti halnya Ventilasi Mekanik membutuhkan penanganan yang benar untuk mengoperasikannya, oleh karena itu, keterampilan yang perlu dikuasai oleh seorang perawat adalah keterampilan teknis. Askep termasuk tindakan/prosedur, berkomunikasi baik antar perawat, sejawat tim kesehatan lain. Disamping itu keterampilan mengelola masalah kesehatan pasien dan keterampilan mengambil keputusan merupakan pra syarat untuk bekerja dengan baik di ICU. Semua keterampilan ini merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat.