Friday, July 4, 2008

Keseimbangan Asam Basa


PENDAHULUAN
Analisa gas darah merupakan suatu pemeriksaan yang sangat berharga untuk menilai adekuatnya:
• Ventilasi.
• keseimbangan asam basa.
• oksigenasi.
hal terpenting dalam analisis nilai lab:
obati pasiennya, bukan angkanya.
Hasil laboratorium harus dihubungkan dengan kondisi pasien.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah sumber informasi yang berharga dalam mendiagnosis suatu penyakit.
Ada 2 pendekatan penilaian AGD:
1. Hendersson-Haeselbach
Metode tradisional.
2. Physico-chemical dari Stewart
Metode sebab-akibat.
Hendersen-Hasselbalch
(dimana CO2 adalah CO2 yang terlarut).

Mekanisme Respirasi
Respirasi àdalah mekanisme yang mengatur banyaknya CO2 di dalam darah. Peningkatan CO2 arteri àpenurunan pH à merangsang pusat pernapasan di batang otak.
Pada keadaan normal, kontrol terhadap CO2 dilakukan dengan cepat dan dalamnya ventilasi.

Mekanisme Metabolik
Menurut metode tradisional


[HCO3-] merupakan buffer sentral yang penting, yang sangat mempengaruhi pH.
Ion bikarbonat dianggap sebagai variabel independent, dimana banyaknya ion ini menyebabkan perubahan terhadap variabel dependent yang lain.
Ion bikarbonat (HCO3-) bersifat basa, dan mekanisme kontrolnya adalah ginjal. Makin tinggi kadar HCO3- , pH semakin basa.

Penilaian asam basa menurut Stewart (Stewart approach)
perbedaan mendasar:
[H+] dan [HCO3-] merupakan variabel dependen yang konsentrasinya tergantung dari perubahan variable lain (variable independent).

Dalam plasma, ada 3 variabel independent yang mempengaruhi pH:
· Tekanan parsial CO2 (pCO2).
· Perbedaan konsentrasi kation kuat dengan anion kuat (strong ion difference/SID). Kation kuat contohnya: natrium, anion kuat contohnya klorida.
· Konsentrasi dari asam lemah (weak acid), contoh: albumin.
· Oleh karena itu, apabila kita ingin menganalisis asam basa dengan pendekatan Stewart, kadar elektrolit harus diperiksa bersama pemeriksaan AGD.

Tekanan parsial CO2 (pCO2)
CO2 àdalah sisa pembakaran.Bersifat asam. sangat mudah melewati membran sel seperti interstisial,membran kapiler dan darah.
dieksresi melalui paru.
Tubuh memiliki banyak receptor CO2.
Receptor ini akan merespon setiap peningkatan pCO2 arteri dengan meningkatkan ventilasi sehingga pCO2 kembali normal.
Antara metode konvensional dan metode Stewart, tidak banyak perbedaan pandangan dalam menilai peran pCO2 terhadap pH.

Strong Ion Difference (SID)
SID merupakan selisih jumlah total konsentrasi kation kuat dengan anion kuat dalam larutan.
– Sebagai contoh, apabila larutan mengandung Na+, K+ dan Cl- , maka
– SID = [Na+ ] + [K+ ] – [Cl-].
– Nilai SID normal = 38 – 43 mEq/L.
Konsentrasi Asam lemah (weak acid/Atot)
Jumlah total konsentrasi asam lemah dalam plasma.
Asam lemah yang utama dalam plasma adalah protein (Albumin) dan Fosfat.

Keseimbangan Asam Basa
Mengerti sebab dari gangguan keseimbangan asam basa adalah kunci untuk terapi.
Metode untuk mengetahui gangguan asam basa adalah dengan memahami hubungan keseimbangan antara variabel tersebut.
pH normal dipelihara melalui keseimbangan ketiga variabel independen.
Kompensasi (respiratorik/metabolik) adalah usaha tubuh untuk memelihara pH tetap normal dengan cara menetralisir komponen lain yang tidak terganggu.
Contoh: asidosis metabolik dengan kompensasi respiratorik (penurunan SID di kompensasi dengan penurunan pCO2).

Major Causes of Metabolic Acidosis and Metabolic Alkalosis
Metabolic acidosis
– Kidney failure
– Renal tubular acidosis (a form of kidney malfunction)
– Diabetic ketoacidosis (buildup of ketones)
– Lactic acidosis (buildup of lactic acid)
– Poisons such as ethylene glycol, methanol, paraldehyde, acetazolamide, ammonia chloride, or aspirin overdose
– Loss of bases, such as bicarbonate, through the digestive tract from diarrhea, an ileostomy, or a colostomy

Metabolic alkalosis
– Use of diuretics (thiazides, furosemide, ethacrynic acid)
– Loss of acid from vomiting or drainage of the stomach
Overactive adrenal gland (Cushing's syndrome or use of corticosteroids)

Interpretasi AGD
1. Apakah pasien mendapat oksigenasi adekuat?
– Periksa PaO2 dan SaO2
– Hitung A-aDO2 à (normal = <> 7,45 à alkalosis.

3.Apakah kelainan primernya respiratorik atau metabolik?
Asidosis pH <> 40 mmHg.
Metabolik HCO3- <>

4. Bila kelainan primernya respiratorik, akut atau kronik, kompensasi adekuat? , Akut: – HCO3- berubah 1-2 meq / 10 mmHg PaCO2. Kronik: – HCO3- berubah 4-5 meq / 10 mmHg PaCO2.


5.Bila kelainan primernya metabolik, kompensasi adekuat? Asidosis Metabolik: PaCO2 = (1.5 x HCO3) + 8 mmHg l Alkalosis Metabolik: PaCO2 = (1.5 x HCO3) + 40 mmHg

Standar Minimum Pelayanan ICU

Menurut : Perdici.org
Tingkat pelayanan ICU harus diseuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah dan macam pasien yang dirawat. Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :
Resusitasi jantung paru.
Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator sederhana
Terapi oksigen
Pemantauan EKG, pulse oksimetri terus menerus
Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
Pelaksanaan terapi secara titrasi
Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat
Kemampuan melakukan fisioterapi dada
Klasifikasi atau stratifikasi pelayanan ICU
a. Pelayanan ICU primer (standar minimal) Pelayanan ICU primer mampu memberikan pengelolan resusitatif segera untuk pasien sakit gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang beresiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam. Kekhususan yang harus dimiliki :
Ruangan tersendiri ; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan perawatan lain.
Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.
Ada dokter jaga 24 (dua puluh empat) jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru (A, B, C, D, E, F).
Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat.
Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu (Hb. Hematokrit, elektrolit, gula darah dan trombosit), roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi.
b. Pelayanan ICU sekunder Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang harus dimiliki :
Ruangan tersendiri ; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan perawatan lain.
Memiliki ketentuan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan.
Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan intensive care, atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi , yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.
Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup.
Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
Memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.
c. Pelayanan ICU tersier (tertinggi) Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan / bantuan hidup multi-sistim yang kompleks dalam jangka waktu yang terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis pelayanan dukungan / bantuan renal ekstrakorporal dan pemantuan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis intensive care. Kekhususan yang harus dimiliki :
Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit.
Memiliki kriteria penderita masuk, keluar dan rujukan.
Memiliki dokter sepesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi, datang setiap saat diperlukan.
Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensive care atau dokter ahli konsultan intensive care yang lain yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat sama dengan 1: 1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.
Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / terapi intensif baik non-invasif maupun invasif.
Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian. (sampai disini).
Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.
Prosedur pelayanan perawatan / terapi (ICU) Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU:
Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.
Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik problema dasar.
Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh :
Penyakit
Latrogenik
Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang nyawanya pada saat itu bergantung pada fungsi alat / mesin dan orang lain.
Indikasi masuk dan keluar ICU
Suatu ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis. Keadaan ini memaksa diperlukannya mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas ini apabila kebutuhan ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia di ICU. Dokter yang merawat pasien mempunyai tugas untuk meminta pasiennya dimasukkan ke ICU bila ada indikasi segera memindah ke unit yang lebih rendah bila kondisi kesehatan pasien telah memungkinkan. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di ICU. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di ICU. Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap ICU. Harus tersedia mekanisme untuk mengkaji ulang secara retrospektif kasus-kasus dimana dokter yang merawat tidak setuju dengan keputusan kepala ICU. f. Kriteria masuk ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas satu-1) didahulukan rawat ICU dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif (prioritas dua-2) dan pasien sakit kritis atau terminal dengan prognosis yang jelek untuk sembuh (prioritas tiga-3). Penilaian obyektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk pasien. Pasien prioritas 1 (satu) Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti dukungan / bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinyu, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic. Mungkin ada baiknya beberapa institusi membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang diterimanya. Pasien prioritas 2 (dua) Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya, mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah. Pasien prioritas 3 (tiga) Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil dimana status kesehatannya sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan/atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh-contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial, temponade, atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 (tiga) mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi kardiopulmoner. Pengecualian Jenis pasien berikut umumnya tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk ICU, dan hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa, atas persetujuan Kepala ICU. Lagi pula pasien-pasien tersebut bila perlu harus dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). 1). Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death. Pasien-pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya untuk tujuan menunjang fungsi-fungsi organ sementara menunggu donasi organ. 2). Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR”. Sesungguhnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survival-nya. 3). Pasien dalam keadaan vegetatif permanen. 4). Pasien yang secara fisiologis stabil yang secara statistik resikonya rendah untuk memerlukan terapi ICU. Contoh-contoh pasien kelompok ini antara lain, pasien pasca bedah vaskuler yang stabil, pasien diabetic ketoacidosis tanpa komplikasi, keracunan obat tetapi sadar, concusion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk terapi definitif dan /atau observasi. g. Kriteria keluar Pasien prioritas 1 (satu) Pasien prioritas 1 (satu) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil. Contoh-contoh hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistim organ yang tidak berespons terhadap pengelolaan agresif. Pasien prioritas 2 (dua) Pasien prioritas 2 (dua) dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan terapi intensif telah berkurang. Pasien prioritas 3 (tiga) Pasien prioritas 3 (tiga) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil. Contoh dari hal terakhir antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas, dan lain-lainnya yang telah tidak berespons terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang prognosis jangka pendeknya secara statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang potensial untuk memperbaiki prognosisnya. Dengan mempertimbangkan perawatannya tetap berlanjut dan sering merupakan perawatan khusus setara pasien ICU, pengaturan untuk perawatan non-ICU yang sesuai harus dilakukan sebelum pengeluaran dari ICU. Pengkajian ulang kerja Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur-prosedur masuk dan keluar, standard perawatan pasien, dan kriteri outcome yang spesifik. Kelengkapan-kelengkapan ini hendaknya dibuat tim multidisipliner yang diwakili oleh dokter, perawat dan administrator rumah sakit, dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien (outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk dan keluar harus dipantau oleh tim multidisipliner, dan penyimpangan-penyimpangan dilaporkan pada badan perbaikan kualitas rumah sakit untuk ditindak lanjuti. 2. Prasarana a. Lokasi Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih, berdekatan atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium dan radiologi. b. Disain Standar ICU yang memadai ditentukan disain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Bangunan ICU - Terisolasi - Mempunyai standar tertentu terhadap : a. Bahaya api b. Ventilasi c. AC d. Exhausts fan e. Pipa air f. Komunikasi g. Bakteriologis h. Kabel monitor - Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata 1. Area pasien : - Unit terbuka 12 – 16 m2 / tempat tidur - Unit tertutup 16 – 20 m2 / tempat tidur - Jarak antara tempat tidur : 2 m - Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur - Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur cuci tangan Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU tersier paling sedikit 3 outlet udara-tekan, dan 3 pompa hisap dan minimal 16 stop kontak untuk tiap tempat tidur. Pencahayaan cukup dan adekuat untuk opservasi klinis dengan lampu TL day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan pasien dan personil. Disain dari unit juga memperhatikan privasi pasien. 2. Area kerja meliputi : - Ruang yang cukup untukstaf dan dapat menjaga kontak visual perawat dengan pasien. - Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin). - Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan mempunyai negatif skop. - Ruang untuk telpon dan sistem komunikasi lain, komputer dan koleksi data, juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang cukup resepsionis dan petugas administrasi. 3. Lingkungan Mempunyai pendingin ruangan / AC yang dapat mengontrol suhu dan kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22o – 25o kelembaban 50 – 70%. 4. Ruang Isolasi Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri. 5. Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih Untuk menyimpan monitor, ventilator, pompa infus dan pompa syringe, peralatan dialisis, alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli, penghangat darah, alat hisap, linen dan tempat penyimpanan barang dan alat bersih. 6. Ruang tempat pembuangan alat / bahan kotor Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada kontaminasi. 7. Ruang perawat Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas dam pimpinannya. 8. Ruang staf Dokter Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor Kepala bagian dan staf, dan kepustakaan. 9. Ruang Tunggu keluarga pasien 10.Laboratorium Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan terpusat. 3. Peralatan
a). Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan harus sesuai dengan beban kerja ICU, diseuaikan dengan standar yang berlaku.
b). Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat.
c). Peralatan dasar meliputi : - Ventilator - Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas - Alat Hisap - Peralatan akses vaskuler - Defibrilator dan alat pacu jantung - Alat pengatur suhu pasien. - Peralatan drain thorax. - Pompa infus dan pompa syringe - Peralatan portable untuk transportasi - Tempat tidur khusus. - Lampu untuk tindakan - Continous Renal Replacement Therapy Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk mendukung fungsi ICU. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para medik perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi. 4. Monitoring Peralatan (Termasuk peralatan portable yang digunakan untuk transportasi pasien). a).Tanda bahaya kegagalan pasokan gas. b).Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen. Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator. c).Pemantauan konsentrasi oksigen. Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator atau sistim pernafasan. d).Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistim pernafasan. Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera mendeteksi kegagalan sistim pernafasan atau ventilator secara terus menerus. e).Volume dan tekanan ventilator. Volume yang keluar dari ventilator harus terpantau. Tekanan jalan nafas dan tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan. f).Suhu alat pelembab (humidifier) Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi. g).Elektrokardiograf Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus. h).Pulse oximeter. Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU. i).Emboli udara Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat perfusi, harus ada pemantauan untuk emboli udara. j).Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel fisiologis lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar CO2 ekspirasi

Thursday, June 26, 2008

ALGORITMA ADVANCE CARDIAC LIFE SUPPORT

Menurut American Heart Asociation 2005
By : Yono Taryono, SKp

Pendekatan Umum
1. Cek Kesadaran Pasien, Jika tidak ada respon aktifkan sistem emergency
2. Buka jalan napas dengan cara Head tild - Chin lif atau Jaw thrust bila curiga ada cedera leher.
3. Cek Pernapasana dengan cara ; Melihat (look)pergerakan dada, mendengar (listen) 44bunyi napas pasien , merasakan (feel) hembusan napas pasien à <>
4. Bila tidak ada napas, atau tidak adequat Servey Primer : berikan bantuan napas sebanyak 2 kali lewat mulut, hidung. Survey Sekunder : Lakukan Intubasi , Berikan Ventilasi dengan bagging 2 kali

5. Jika berhasil ada napas pasang monitor jantung dan nilai irama jantung, bila irama Tachicardia lakukan tindakan sesuai algoritme tachycardia, bila irama bradicardia lakukan tindakan sesuai algoritme bradicardia

6. Jika tidak berhasil/ tidak ada napas , cek tanda – tanda kehidupan dengan cara meraba nadi karotis kurang dari 10 detik

7. Jika nadi tidak teraba, segera lakukan 30 kali kompresi jantung luar : 2 kali Ventilasi ( 100 X kompresi / menit dan 10 ventilasi / menit bila sudah terintubasi )

8. Segera pasang Monitor Defibritlator atau AED

9. Nilai Irama Jantungnya jika Ventrikel Fibrilasi atau Ventrikel tachicardi tanpa nadi lakukan tindakan sesuai Algoritme Ventrikel Fibrilasi/ Ventrikel Tachicardia tanpa nadi , jika PEA atau Asystole lakukan tindakan sesuai algoritma PEA dan aystole


Algoritme Ventrikel Fibrilasi dan Ventrikel Tachicardia tanpa nadi
1. pendekatan Umum
2. Gambaran Ventrikel Fibrilasi / Ventrikel tachycardia tanpa nadi
3. Lakukan Defibrilasi 360 joule untuk Monophasic / 250 joule untuk Biphasic, kaji irama setelah dilakukan defibrilasi, bila irama menetap
4. Lakukan Resusitasi jantung paru, berikan Epineprin 1 mg IV bisa di ulang 3 – 5 menit / Vasopresin 40 unit IV dosis tunggal,kaji irama bila irama menetap
5. Lakukan kembali Defibrilasi 360 joule untuk Monophasic / 250 joule untuk Biphasic, kaji irama setelah dilakukan defibrilasi, bila irama menetap
6. Lakukan kembali Resusitasi Jantung Paru, berikan Epineprin 1 mg IV, kaji irama bila tetap
7. Lakukan kembali Defibrilasi 360 joule untuk Monophasic / 250 joule untuk Biphasic, kaji irama setelah dilakukan defibrilasi, bila irama menetap
8. Lakukan kembali Resusitasi Jantung Paru, pertimbangkan pemberian Amiodaron 300 mg bolus IV lambat, dapat diulang dengan dosis 150 mg.

Algoritme Asystole dan PEA
1. Dari Pendekatan Umum
2. Asystole atau PEA
3. Lakukan resusitasi jantung paru secara terus menerus ( Kaji keefektifan RJP setiap 2 menit )
4. Berikan Epineprin 1 mg IV , bolus 20 cc dengan NaCl 0,9%, bisa di ulang 3 – 5 menit / Vasopresin 40 unit IV dosis tunggal,kaji irama bila irama menetap
5. Berikan Atropin 1 mg IV , bolus 20 cc dengan NaCl 0,9% bisa di ulang 3 – 5 menit ( Dosis maksimal 0,04 mg/KgBB)

Algoritme Bradicardia
1. Gambaran Bradicardia
2. Cek Tekanan darah, jika tekanan darah / perfusi bagus observasi ketat, jika tekanan darah rendah/ perfusi tidak bagus ,kaji irama bila Sinus Bradicardia AV blok 2 dan 3
3. Lakukan trancutaneuos Pacing, bila irama menetap berikan Sulfas Atropin 0,5 mg IV. ( bisa diulang 3 – 5 menit ). bila irama tetap Siapkan pasien dilakukan Transvenous Pacer
4. irama Sinus Bradicardia bukan AV blok langsung berikan Sulfas Atropin 0,5 mg bolus IV ( bisa di ulang 3 – 5 menit ) dosis maksimal 0,04 mg / KgBB.

Algoritme Ventrikel Tachicardia Ada nadi
1. Gambaran Ventrikel Tachicardia ada nadi.
2. Cek, tekanan darah,
3. Jika tekanan darah Stabil dan irama VT single QRS berikan amiodaron 150 mg IV diberikan dalam 10 menit bisa di ulang 2 kali pemberian
4. Jika tekanan darah stabil dan irama VT polymorpic lakukan konsultasi kepada yang lebih ahli ada kemungkinan koreksi magnesium atau abnormalitas elektrolit
5. Jika tekanan darah tidak stabil dan VT bukan polymorpic lakukan cardiovert mulai 100 – 200 – 300 – 360 Joule yang sebelumnya pasien diberikan sedasi bilamana sadar, bila gambaran tetap berikan amiodaron 150 mg IV dalam 10 menit, gambaran tetap berikan kembali cardiovert 360 joule.

Algoritme Supraventrikular Tachicardia
1. Gambaran SVT
2. Cek tekanan darah
3. Jika tekanan darah stabil lakukan vagal manuver, tidak berhasil berikan adenosin 6 mg – 12 mg – 12 mg, jika tidak berhasil konsultasi kardiolog.
4. Jika tekanan darah tidak stabil, lakukan cardivert 50 – 100 – 200 – 300 – 360 joule sebelumnya pasien diberikan sedasi bila sadar , jika tidak berhasil berikan Amiodaron 150 mg IV / diltiazem 20 mg dalam 10 menit, gambaran tetap lakukan cardiovert kembali 360 joule.

Sunday, May 18, 2008

Resusitasi Jantung Paru


INDIKASI RJP

· Henti nafas
· Henti jantung

SEBAB HENTI NAFAS

SUMBATAN JALAN NAFAS
DEPRESI PUSAT PERNAFASAN
SEBAB HENTI JANTUNG
PENYAKIT KARDIOVASKULER
KEKURANGAN O 2 AKUT
KELEBIHAN DOSIS OBAT
GANGGUAN ASAM BASA
SYOK LISTRIK
ANESTHESI DAN PEMBEDAHAN
SYOK

TAHAPAN RJP
RJP PRIMER (yang dapat dilakukan oleh orang awam)

RJP SEKUNDER (hanya dpt dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih & kelanjutan dari RJP primer)

RJP PRIMER
Airways manajemen
Breathing manajemen
Circulation manajemen
Defibrilation (AED) automatic external defibrilation
A B C yang tanpa alat

LANGKAH SEBELUM MELAKUKAN RJP
Cek respons
Minta tolong
Posisi pasien
Posisi penolong

AIRWAY
1. PEMERIKSAAN JALAN NAFAS
Cross finger
Sweeping finger
2. MEMBUKA JALAN NAFAS
Head tild chin lift
Jaw thrust

BREATHING
MEMASTIKAN PASIEN TIDAK BERNAFAS
(look) : melihat pergerakan dada
(listen) : mendengar bunyi nafas
F (feel) : Merasakan hembusan nafas

MEMBERIKAN BANTUAN NAFAS
1. MULUT KE MULUT
2. MULUT KE HIDUNG
3. MULUT KE STOMA
Bantuan nafas awal ini diberikan sebanyak 2 kali konsentrasi O 2 yang dihasilkan16 – 17 %

CIRCULATION
MEMASTIKAN ADA TIDAKNYA DENYUT JANTUNG
meraba arteri karotis

MEMBERIKAN BANTUAN SIRKULASI

KOMPRESI JANTUNG LUAR
PERBANDINGAN 30 : 2 SEBANYAK 5 SILKUS
TINDAKAN KOMPRESI YANG BENAR AKAN MENGHASILKAN TEKANAN SISTOLIK 60 – 80 mmHg (25 % DARI CURAH JANTUNG NORMAL)

EVALUASI
SETELAH 5 SIKLUS
Jika nadi (-) RJP kembali 30 : 2 sampai 5 siklus kemudian evaluasi kembali
Jika nadi (+) cek nafas dengan LLF, jika nafas (-) berikan bantuan nafas 8 – 10 kali/menit monitor nadi setiap saat
Jika nadi (+), nafas (+) adekuat pertahankan jalan nafas

PERTIMBANGAN STOP RJP
Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan dan efektif
Setelah 30 menit respon (-)
Setelah dimulai RJP ternyata pasien berada dalam stadium akhir penyakit
Penolong kelelahan
Lingkungan jadi berbahaya bagi penolong
RJP diambil alih oleh yang bertanggung jawab

KAPAN RJP DIHENTIKAN
30 menit tidak ada respon
Ada orang yang lebih kompeten
Telah berhasil RJP nafas (+) dan sirkulasi (+) untuk RJP (prognosa buruk)
Stadium terminal
Ada wasiat atau permintaan keluarga
Lingkungan yang tidak memungkinkan untuk RJP jika membahayakan penolong
Penolong kelelahan


RJP SEKUNDER
AIRWAY : Penanganan jalan nafas lanjut
BREATHING : Cek apakah oksigenasi dan ventilasi adequat
CIRCULATION : pasang IV akses, kontrol perdarahan pada kasus trauma
DRUGS : obat-obatan untuk RJP


PENANGANAN JALAN NAFAS DENGAN ALAT
OROPHARIGEAL AIRWAY/MAYO/GUEDEL
NASOPHARINGEAL AIRWAY
PENGHISAPAN LENDIR
ENDOTRAKHEAL TUBE

BANTUAN NAFAS DENGAN ALAT
MULUT KE POCKET
FACE MASK
MOUTH TO BAG MASK
BAG TO ETT

PENANGAN JALAN NAFAS LAINNYA
Laringeal Mask Airway/LMA
Esophageal-Trakheal Combitube
Krikothyroidektomi
Trakheostomi

Thursday, March 8, 2007

Prinsip Dasar Memahami Kerja Ventilasi Mekanik

Prinsip Dasar Memahami Kerja Ventilasi Mekanik


Beberapa ventilator tekanan positif saat ini sudah dilengkapi sistim komputer dengan panel kontrol yang mudah dioperasikan (user-friendly). Untuk mengaktifkan beberapa mode, setting dan alarm, cukup dengan menekan tombol. Selain itu dilengkapi dengan layar monitor yang menampilkan apa yang kita setting dan parameter alarm.

Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber listrik. Beberapa ventilator, menyediakan back up batere, namun batere tidak di disain untuk pemakaian jangka lama. Ventilator adalah suatu metode penunjang/bantuan hidup (life - support); sebab jika ventilator berhenti bekerja maka pasien akan meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual resusitasi seperti ambu bag di samping tempat tidur pasien yang memakai ventilator, karena jika ventilator stop dapat langsung dilakukan manual ventilasi.

Ketika ventilator dihidupkan, ventilator akan melakukan self-test untuk memastikan apakah ventilator bekerja dengan baik. Tubing ventilator harus diganti setiap 24 jam dan biarkan ventilator melakukan self-test lagi. Filter bakteri dan water trap harus di periksa terhadap sumbatan, dan harus tetap kering. Namun perlu diingat bahwa penanbahan filter dapat meningkatkan dead space.


SETTING VENTILATOR

Setting ventilator biasanya berbeda-beda tergantung pasien. Semua ventilator di disain untuk memonitor komponen2 dari keadaan sistim respirasi (paru-paru) pasien. Beberapa alarm dan parameter dapat disetting untuk mengingatkan perawat/dokter bahwa pasien tidak cocok dengan setting atau menunjukkan keadaan berbahaya.

Respiratory Rate (RR)

Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah nafas yang diberikan ke pasien setiap menitnya. Setting RR tergantung dari TV, jenis kelainan paru pasien, dan target PaCO2 pasien. Parameter alarm RR di set diatas dan di bawah nilai RR yang diset. Misalnya jika set RR 10 kali/menit, maka set alarm sebaiknya diatas 12x/menit dan di bawah 8 x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.

Pada pasien2 dgn asma (obstruktif), RR sebaiknya diset antara 6-8 x/menit, agar tidak terjadi auto-PEEP dan dynamic-hyperinflation. Selain itu pasien2 PPOK memang sudah terbiasa dengan PaCO2 tinggi, sehingga PaCO2 jangan terlalu rendah/normal.

Pada pasien2 dengan PPOK (resktriktif) biasanya tolerate dengan RR 12-20 x/menit. Sedangkan untuk pasien normal RR biasanya 8-12 x/menit.

Waktu (time) merupakan variabel yg mengatur siklus respirasi. Contoh: Setting RR 10 x/menit, maka siklus respirasi (Ttotal) adalah 60/10 = 6 detik. Berarti siklus respirasi (inspirasi + ekspirasi) harus berlangsung dibawah 6 detik.


Tidal Volume (VT)

Tidal Volume adalah volume gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap sekali nafas. Umumnya setting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dgn paru normal tolerate dgn tidal volume 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Untuk pasien ARDS memakai konsep permissive hipercapnea (membiarkan PaCO2 tinggi > 45 mmHg, asal PaO2 normal, dgn cara menurunkan tidal volume yaitu 4-6 cc/kgBB) Tidal volume rendah ini dimaksudkan agar terhindar dari barotrauma. Parameter alarm tidal volume diset diatas dan dia bawah nilai yg kita set. Monitoring tidal volume sangat perlu jika kita memakai TIME Cycled.

Fraksi Oksigen, (FiO2)

FiO2 adalah jumlah oksigen yg dihantarkan/diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasi berkisar 21-100%. Rekomendasi untuk setting FiO2 pada awal pemasangan ventilator adalah 100%. Namun pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab rersiko oxygen toxicity (keracunan oksigen) akan meningkat. Keracunan O2 menyebabkan perubahan struktur membrane alveolar-capillary, edema paru, atelektasis, dan penurunan PaO2 yg refrakter (ARDS). Setelah pasien stabil, FiO2 dapat di weaning bertahap berdasarkan pulse oksimetri dan Astrup. Catatan; setiap tindakan suctioning (terutama pd pasien hipoksemia berat), bronkoskopi, chest fisioterapi, atau prosedur berat (stres) dan waktu transport (CT scan dll) FiO2 harus 100% selama 15 menit serta menambahkan 20-30% dari pressure atau TV sebelumnya, sebelum prosedur dilakukan. Namun pada pasien-pasien dengan hipoksemia berat karena ARDS skor tinggi, atau atelektasis berat yang sedang menggunakan PEEP tinggi sebaiknya jangan di suction atau dilakukan prosedur bronkoskopi dahulu, sebab pada saat PEEP dilepas maka paru akan segera kolaps kembali dan sulit mengembangkannya lagi.

Inspirasi:Ekspirasi (I:E) Ratio

I:E rasio biasanya diset 1:2 atau 1:1.5 yang merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Terkadang diperlukan fase inspirasi yg sama atau lebih lama dibanding ekspirasi untuk menaikkan PaO2, seperti pada ARDS, berkisar 1:1 sampai 4:1.

Pressure Limit/ Pressure Inspirasi

Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari volume cycled ventilator, sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Pressure yg direkomendasi adalah plateau pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini dicapai maka secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi. Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit ventilator. Biasanya akan normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga dapat terjadi karena pasien batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau kinking pada tubing ventilator.

Flow Rate/ Peak flow

Adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yg diset/menit. Biasanya setting antara 40-100 L/menit.
Inspiratory flow rate merupakan fungsi dari RR, TV dan I:E rasio
Flow = Liter/menit = TV/TInspirasi x 60
Jika RR 20x/menit maka: Ttotal = 60/20 = 3 detik. Jika rasio 1:2 ,
Tinspirasi = 1 detik. Untuk menghantarkan tidal volume (TV) 500 cc diperlukan Inspiratory flow rate = 0.5/1 x 60 = 30 Liter/menit.

Sensitifity/Trigger

Sensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk memulai/mentrigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa flow atau pressure. Flow biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah bernafas spontan dan memakai PS/Spontan/ASB karena dapat megurangi kerja nafas/work of breathing. Selain itu pada pasien PPOK penggunaan flow sensitiviti lebih baik karena pada PPOK sudah terdapat intrinsic PEEP pada paru pasien sehingga pemakaian pressure sensitiviti kurang menguntungkan. Nilai sensitivity berkisar 2 sampai -20 cmH2O untuk pressure sedangkan untuk flow antara 2-20 L/menit. Jika PaCO2 pasien perlu dipertahankan konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka setting dapat dibuat tidak sensitif. Dengan demikian setiap usaha nafas pasien tidak akan dibantu oleh ventilator. Pada keadaan ini perlu diberikan sedasi dan pelumpuh otot (muscle relaksan) karena pasien akan merasa tidak nyaman sewaktu bangun. Namun jika memakai mode assisted atau SIM atau spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat sensitif.

PEEP (Positive End Expiratory Pressure)

PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan PaO2 yg refrakter. Nilai PEEP selalu dimulai dari 5 cmH2O. Setiap perubahan pada PEEP harus berdasarkan analisa gas darah, toleransi dari PEEP, kebutuhan FiO2 dan respon kardiovaskular. Jika PaO2 masih rendah sedangkan FiO2 sudah 60% maka PEEP merupakan pilihan utama sampai nilai 15 cmH2O.

Fungsi PEEP:
Redistribusi cairan ekstravaskular paru
Meningkatkan volume alveolus
Mengembangkan alveoli yg kolaps


Setting alarm ventilator

Alarm Low exhaled volume
Set 100 cc dibawah nilai tidal volume ekspirasi, misalnya tidal volume ekspirasi 500 cc maka alarm diset 400 cc.
Akan berbunyi jika tidal volume pasien tidak adekuat
Biasanya digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim di ventilator atau terjadi disconnect sirkuit

Alarm Low Inspiratory Pressure
Sebaiknya diset 10-15 cmH2O dibawah PIP (Peak Inspiratory Pressure)
Akan berbunyi jika Pressure turun dibawah yang diset.
Juga digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim
Jika alarm ini berbunyi maka perlu dilakukan pemeriksaan pasien terhadap:
Air di dalam sirkuit
ETT kinking atau tergigit
Sekresi dalam ETT
Bronkospasme
Pneumotoraks tension
Low compliance (efusi pleura, edema paru akut, asites)
Peningkatan airway resistance
Batuk

MODE VENTILASI

Terminologi untuk mode ventilasi saat ini banyak yang membingungkan. Misalnya seperti penggunaan kata-kata yang tidak tepat; “control”, “cycled” atau “assist’. Namun saat ini banyak penulis yang mengikuti terminologi yang dibuat oleh Kapadia. [Postgrad Med J 1998 74 330-5]. Ia membagi terminologi mode menjadi 3 dasar:
The Trigger - the signal that opens the inspiratory valve, allowing air to flow into the patient;
The Limit - the factor which limits the rate at which gas flow into the lungs;
Cycling - the signal which stops inspiration AND eventually opens the expiratory valve.

Start/initiation/trigger positive pressure

Target/limit/batasan positive pressure

Cycled/Siklus/peralihan inspirasi ke ekspirasi

Terminologi ini disingkat TLC Approaches

Start/initiation/trigger:

Ada 2 cara:
Berdasarkan waktu (time-trigger) yg telah diset
à control mode
Berdasarkan penurunan airway pressure (pasien-trigger)
à assisted mode
Target/limit:

Ada 2 macam:
Berdasarkan volume yg diset à volume target
Berdasarkan pressure yg diset à pressure target

volume target
= TV/flow konstan, tapi pressure berubah2 sesuai compl paru pasien
FLOW
KONSTAN
PRESSURE


pressure target
= pressure konstan tapi TV/flow berubah2 sesuai compl paru pasien
PRESSURE
KONSTAN
FLOW


Cycled:

Ada 4 cara:
Berdasarkan volume yg diset à volume cycled
Berdasarkan pressure yg diset à time cycled
Berdasarkan penururnan flow à flow cycled



PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN

Beberapa ventilator tekanan positif saat ini sudah dilengkapi sistim komputer dengan panel kontrol yang mudah dioperasikan (user-friendly). Untuk mengaktifkan beberapa mode, setting dan alarm, cukup dengan menekan tombol. Selain itu dilengkapi dengan layar monitor yang menampilkan apa yang kita setting dan parameter alarm.

Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber listrik. Beberapa ventilator, menyediakan back up batere, namun batere tidak di disain untuk pemakaian jangka lama. Ventilator adalah suatu metode penunjang/bantuan hidup (life - support); sebab jika ventilator berhenti bekerja maka pasien akan meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual resusitasi seperti ambu bag di samping tempat tidur pasien yang memakai ventilator, karena jika ventilator stop dapat langsung dilakukan manual ventilasi.

Ketika ventilator dihidupkan, ventilator akan melakukan self-test untuk memastikan apakah ventilator bekerja dengan baik. Tubing ventilator harus diganti setiap 24 jam dan biarkan ventilator melakukan self-test lagi. Filter bakteri dan water trap harus di periksa terhadap sumbatan, dan harus tetap kering. Namun perlu diingat bahwa penanbahan filter dapat meningkatkan dead space.


SETTING VENTILATOR

Setting ventilator biasanya berbeda-beda tergantung pasien. Semua ventilator di disain untuk memonitor komponen2 dari keadaan sistim respirasi (paru-paru) pasien. Beberapa alarm dan parameter dapat disetting untuk mengingatkan perawat/dokter bahwa pasien tidak cocok dengan setting atau menunjukkan keadaan berbahaya.

Respiratory Rate (RR)

Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah nafas yang diberikan ke pasien setiap menitnya. Setting RR tergantung dari TV, jenis kelainan paru pasien, dan target PaCO2 pasien. Parameter alarm RR di set diatas dan di bawah nilai RR yang diset. Misalnya jika set RR 10 kali/menit, maka set alarm sebaiknya diatas 12x/menit dan di bawah 8 x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.

Pada pasien2 dgn asma (obstruktif), RR sebaiknya diset antara 6-8 x/menit, agar tidak terjadi auto-PEEP dan dynamic-hyperinflation. Selain itu pasien2 PPOK memang sudah terbiasa dengan PaCO2 tinggi, sehingga PaCO2 jangan terlalu rendah/normal.

Pada pasien2 dengan PPOK (resktriktif) biasanya tolerate dengan RR 12-20 x/menit. Sedangkan untuk pasien normal RR biasanya 8-12 x/menit.

Waktu (time) merupakan variabel yg mengatur siklus respirasi. Contoh: Setting RR 10 x/menit, maka siklus respirasi (Ttotal) adalah 60/10 = 6 detik. Berarti siklus respirasi (inspirasi + ekspirasi) harus berlangsung dibawah 6 detik.

Tidal Volume (VT)

Tidal Volume adalah volume gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap sekali nafas. Umumnya setting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dgn paru normal tolerate dgn tidal volume 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Untuk pasien ARDS memakai konsep permissive hipercapnea (membiarkan PaCO2 tinggi > 45 mmHg, asal PaO2 normal, dgn cara menurunkan tidal volume yaitu 4-6 cc/kgBB) Tidal volume rendah ini dimaksudkan agar terhindar dari barotrauma. Parameter alarm tidal volume diset diatas dan dia bawah nilai yg kita set. Monitoring tidal volume sangat perlu jika kita memakai TIME Cycled.

Fraksi Oksigen, (FiO2)

FiO2 adalah jumlah oksigen yg dihantarkan/diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasi berkisar 21-100%. Rekomendasi untuk setting FiO2 pada awal pemasangan ventilator adalah 100%. Namun pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab rersiko oxygen toxicity (keracunan oksigen) akan meningkat. Keracunan O2 menyebabkan perubahan struktur membrane alveolar-capillary, edema paru, atelektasis, dan penurunan PaO2 yg refrakter (ARDS). Setelah pasien stabil, FiO2 dapat di weaning bertahap berdasarkan pulse oksimetri dan Astrup. Catatan; setiap tindakan suctioning (terutama pd pasien hipoksemia berat), bronkoskopi, chest fisioterapi, atau prosedur berat (stres) dan waktu transport (CT scan dll) FiO2 harus 100% selama 15 menit serta menambahkan 20-30% dari pressure atau TV sebelumnya, sebelum prosedur dilakukan. Namun pada pasien-pasien dengan hipoksemia berat karena ARDS skor tinggi, atau atelektasis berat yang sedang menggunakan PEEP tinggi sebaiknya jangan di suction atau dilakukan prosedur bronkoskopi dahulu, sebab pada saat PEEP dilepas maka paru akan segera kolaps kembali dan sulit mengembangkannya lagi.

Inspirasi:Ekspirasi (I:E) Ratio

I:E rasio biasanya diset 1:2 atau 1:1.5 yang merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Terkadang diperlukan fase inspirasi yg sama atau lebih lama dibanding ekspirasi untuk menaikkan PaO2, seperti pada ARDS, berkisar 1:1 sampai 4:1.

Pressure Limit/ Pressure Inspirasi

Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari volume cycled ventilator, sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Pressure yg direkomendasi adalah plateau pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini dicapai maka secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi. Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit ventilator. Biasanya akan normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga dapat terjadi karena pasien batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau kinking pada tubing ventilator.

Flow Rate/ Peak flow

Adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yg diset/menit. Biasanya setting antara 40-100 L/menit.
Inspiratory flow rate merupakan fungsi dari RR, TV dan I:E rasio
Flow = Liter/menit = TV/TInspirasi x 60
Jika RR 20x/menit maka: Ttotal = 60/20 = 3 detik. Jika rasio 1:2 ,
Tinspirasi = 1 detik. Untuk menghantarkan tidal volume (TV) 500 cc diperlukan Inspiratory flow rate = 0.5/1 x 60 = 30 Liter/menit.

Sensitifity/Trigger

Sensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk memulai/mentrigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa flow atau pressure. Flow biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah bernafas spontan dan memakai PS/Spontan/ASB karena dapat megurangi kerja nafas/work of breathing. Selain itu pada pasien PPOK penggunaan flow sensitiviti lebih baik karena pada PPOK sudah terdapat intrinsic PEEP pada paru pasien sehingga pemakaian pressure sensitiviti kurang menguntungkan. Nilai sensitivity berkisar 2 sampai -20 cmH2O untuk pressure sedangkan untuk flow antara 2-20 L/menit. Jika PaCO2 pasien perlu dipertahankan konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka setting dapat dibuat tidak sensitif. Dengan demikian setiap usaha nafas pasien tidak akan dibantu oleh ventilator. Pada keadaan ini perlu diberikan sedasi dan pelumpuh otot (muscle relaksan) karena pasien akan merasa tidak nyaman sewaktu bangun. Namun jika memakai mode assisted atau SIM atau spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat sensitif.

PEEP (Positive End Expiratory Pressure)

PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan PaO2 yg refrakter. Nilai PEEP selalu dimulai dari 5 cmH2O. Setiap perubahan pada PEEP harus berdasarkan analisa gas darah, toleransi dari PEEP, kebutuhan FiO2 dan respon kardiovaskular. Jika PaO2 masih rendah sedangkan FiO2 sudah 60% maka PEEP merupakan pilihan utama sampai nilai 15 cmH2O.


Fungsi PEEP:
Redistribusi cairan ekstravaskular paru
Meningkatkan volume alveolus
Mengembangkan alveoli yg kolaps


Setting alarm ventilator

Alarm Low exhaled volume
Set 100 cc dibawah nilai tidal volume ekspirasi, misalnya tidal volume ekspirasi 500 cc maka alarm diset 400 cc.
Akan berbunyi jika tidal volume pasien tidak adekuat
Biasanya digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim di ventilator atau terjadi disconnect sirkuit

Alarm Low Inspiratory Pressure
Sebaiknya diset 10-15 cmH2O dibawah PIP (Peak Inspiratory Pressure)
Akan berbunyi jika Pressure turun dibawah yang diset.
Juga digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim
Jika alarm ini berbunyi maka perlu dilakukan pemeriksaan pasien terhadap:
Air di dalam sirkuit
ETT kinking atau tergigit
Sekresi dalam ETT
Bronkospasme
Pneumotoraks tension
Low compliance (efusi pleura, edema paru akut, asites)
Peningkatan airway resistance
Batuk

MODE VENTILASI

Terminologi untuk mode ventilasi saat ini banyak yang membingungkan. Misalnya seperti penggunaan kata-kata yang tidak tepat; “control”, “cycled” atau “assist’. Namun saat ini banyak penulis yang mengikuti terminologi yang dibuat oleh Kapadia. [Postgrad Med J 1998 74 330-5]. Ia membagi terminologi mode menjadi 3 dasar:
The Trigger - the signal that opens the inspiratory valve, allowing air to flow into the patient;
The Limit - the factor which limits the rate at which gas flow into the lungs;
Cycling - the signal which stops inspiration AND eventually opens the expiratory valve.

Start/initiation/trigger positive pressure

Target/limit/batasan positive pressure

Cycled/Siklus/peralihan inspirasi ke ekspirasi

Terminologi ini disingkat TLC Approaches

Start/initiation/trigger:

Ada 2 cara:
Berdasarkan waktu (time-trigger) yg telah diset
à control mode
Berdasarkan penurunan airway pressure (pasien-trigger)
à assisted mode
Target/limit:

Ada 2 macam:
Berdasarkan volume yg diset à volume target
Berdasarkan pressure yg diset à pressure target

volume target
= TV/flow konstan, tapi pressure berubah2 sesuai compl paru pasien
FLOW
KONSTAN
PRESSURE

pressure target
= pressure konstan tapi TV/flow berubah2 sesuai compl paru pasien
PRESSURE
KONSTAN
FLOW

Cycled:

Ada 4 cara:
Berdasarkan volume yg diset à volume cycled
Berdasarkan pressure yg diset à time cycled
Berdasarkan penururnan flow à flow cycled


MODE OF VENTILASI

CONTROL MODE

1. Volume Control Mode
2. Pressure Control mode

Karakteristik:
à Start/trigger berdasarkan waktu
à Target/limit bisa volume atau pressure
à Cycled bisa volume atau bisa time/pressure (jika vol/pressure sudah tercapai seperti yg diset, inspirasi stop menjadi ekspirasi)
à Disebut juga time-trigger ventilasi
à Baik volume/pressure level maupun RR dikontrol oleh ventilator
à Jika ada usaha nafas tambahan dari pasien tidak akan dibantu oleh ventilator


Control Volume Cycled
( CMV – Bennet 7200, IPPV – Drager, S-CMV – Galileo, VC – Servo 900C)


Control Time cycled
(BIPAP – Drager, P-CMV – Galileo, PC – Servo 900C)


Setting:
à Tidal volume atau level Pressure
à RR
à PEEP
à FiO2
à Peak flow
à I:E rasio
à Sensitivity

Indikasi:
à Sering digunakan untuk pasien yg fighting terhadap ventilator terutama saat pertama kali memakai ventilator
à Pasien tetanus atau kejang yang dapat menghentikan hantaran gas ventilator
à Pasien yang sama sekali tidak ada trigger nafas (cedera kepala berat)
à Trauma dada dgn gerakan nafas paradoks
à Jangan digunakan tanpa sedasi atau pelumpuh otot

Komplikasi:
à Pasien total dependen/sangat tergantung pada ventilator
à Potensial apneu (malas bernafas)



ASSISTED MODE

1. Assisted Volume mode
2. Assisted Pressure mode

Karakteristik:

à Start/trigger oleh usaha nafas pasien yaitu penurunan tekanan jalan nafas
à Target/limit oleh volume/time atau pressure
à Cycled oleh volume atau pressure
à Disebut juga pasien-trigger ventilation
à RR lebih dari yg diset, karena setiap usaha nafas dibantu oleh ventilator
à Tidal volume sesuai yg diset.
à Jika nafas bervariasi; kadang pasien-trigger, kadang time-trigger maka disebut ASSISTED CONTROL MODE


Assisted Volume Cycled
Start/Initiation = pasien - trigger
Time
Pressure

Setting:
à Tidal volume atau Pressure level
à RR
à PEEP
à FiO2
à Peak flow
à I:E Rasio
à Sensitivity <5 cmH2O
Indikasi:
à Proses weaning
Komplikasi:
à Hiperventilasi
à respiratory alkalosis
à Pada cedera kepala sering menyebabkan hiperventilasi, sebaiknya segera ganti mode. Kedua mode diatas 9 control mode maupun assisted mode disebut juga Full ventilatory support, sedangkan SIMV, PS, ASB, Spontan disebut juga partial ventilatory support.

SIMV MODE (Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation)
Adalah mode dimana ventilator memberikan nafas control (mandatory) namun membiarkan pasien bernafas spontan diantara nafas control tersebut.
Karakteristik:
à Start/trigger oleh pasien
à Target/limit oleh volume
à Cycled oleh volume
Setting:
à Tidal volume
à SIMV rate/siklus SIMV
à Peak flow
à PEEP
à FiO2
à Level PS/ASB/Spontan
SIMV = 10 detik Periode SIMV 3 detik Periode spontan 7 detik Contoh, Jika setting SIMV rate = 6. Berarti siklus SIMV = 60/6 = 10 detik Jika RR pasien 20; maka Ttotal pasien (periode SIMV) = 60/20 = 3 detik. Periode SIMV dibuat sama dgn pola nafas pasien, dgn cara menghitung dahulu pola nafas pasien. Jika nafas pasien 20 x/m maka T total pasien = 3 dtk, dgn I:E = 1:2 maka Ti pasien 1 detik. Maka peak flow diset TV/1 dtk x 60 Sisanya adalah periode spontan 10 – 3 = 7 detik

PRESSURE SUPPORT/SPONTAN/FLOW CYCLED
Karakterisrik:
à Start/trigger berdasarkan usaha nafas pasien
à Target/limit berdasarkan pressure level yang diset
à Cycled berdasarkan penurunan peak flow inspirasi 25% (manufactured = setting dari pabrik), Inspirasi pasien hanya dibantu sebagian.
Beberapa ventilator modern saat ini mempunyai setting seperti ETS (expiratory trigger sensitivity). Jika di set 40% berarti flow inspirasi akan berhenti saat flow mencapai 40% dari flow rate pasien saat itu. Beberapa penelitian menunjukkan untuk pasien PPOK maka ETS sebaiknya lebih cepat ( >25%) untuk menghindari autoPEEP.
à Berfungsi mengatasi resistensi ETT, dengan memberi support inspirasi saja
à Peak flow, ekspirasi serta RR ditentukan oleh pasien (tergantung pasien sendiri).

Setting:

à Inspiratory Pressure Level
à PEEP
à FiO2

Indikasi:
Untuk pasien yang sudah dapat bernafas spontan (sudah ada trigger). Semakin kecil ETT semakin tinggi resitensi, oleh sebab itu pada pasien dewasa setting level pressure inspirasi biasanya hanya antara 5-10 cmH2O, sedangkan pada anak kecil lebih besar yaitu 10 cmH20. Jika pasien sudah tolerate dengan PS rendah à 5-10 cmH2O lebih dari 24 jam, sebenarnya tidal volume pasien sudah cukup, karena PS 5-10 hanya untuk mengkompensasi resistensi dari tube.

Kontraindikasi:
à Pasien yang belum ada trigger (belum bernafas spontan), atau pasien yang menggunakan obat pelumpuh otot (esmeron, norcuron atau pavulon)
à PS/Spontan dapat diback up oleh SIMV, jika weaning pada pasien cedera kepala dimana trigger masih jarang.

Common modes of ventilation - TLC classification
Mode
Trigger
Limit
Cycling
Continuous Mechanical Ventilation Assist (CMVa)=Assist-Control(A/C)= Volume-Control-Assist (VCa)
Ventilator or Patient
Flow
Volume (Time controls pause)
Pressure Control Ventilation (PCV)
Ventilator or Patient
Pressure
Time (Time also controls pause)
volume-cycled Synchronised-Intermittent-Mandatory Ventilation (SIMV)
Ventilator or Patient
Flow (mandatory breath)
Volume (mandatory breath)
pressure-limited SIMV
Ventilator or Patient
Pressure (mandatory breath)
Time (mandatory breath)
Pressure Support (PS)
Patient
Pressure
Flow
CPAP
Patient
Pressure
Flow
CPAP + PS
Patient
Pressure
Flow
SIMV + PS
A combination of synchronised intermittent mandatory ventilation (with the appropriate characteristics of the mandatory breaths) and pressure support (with its characteristics). Note that either type of SIMV mentioned above may be used.
Note that where CPAP is combined with ventilator triggered modes, confusing terminology kicks in again - CPAP is then called "PEEP" (Positive End-Expiratory Pressure).



CONTOH SALAH SATU AUTOMATED MODE PADA VENTILATOR2 MODERN.

A S V
(ADAPTIVE SUPPORT VENTILATION)
Galileo, Hamilton Medical, sweden

ASV adalah mode baru ventilasi mekanik. ASV didisain untuk memberikan ventilasi dengan jaminan minimal minute ventilation (ventilasi semenit=RRxTV), baik untuk pasien yang masih di kontrol maupun pasien yang sudah nafas spontan. Pada setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis menyesuaikan kebutuhan ventilasi pasien berdasarkan setting minimal minute ventilation dan Berat Badan ideal pasien. BB diset oleh dokter/perawat sedangkan mekanik respirasi/paru (compliance dan resistensi jalan nafas pasien) ditentukan oleh ventilator. Dengan ASV, ventilasi yang diberikan dapat menjamin minimum inspiratory pressure (mencegah barotruma), mencegah auto-PEEP, menghilangkan intrinsik=PEEP.

ASV merupakan kombinasi antara Pressure Control dan Pressure Support ventilation. Jika pasien diberikan sedasi atau pelumpuh otot sehingga tidak ada trigger nafas, maka ASV secara otomatis akan menjadi mode Pressure Control murni. Jika kemudian pasien mulai bangun (trigger +) atau mulai diweaning, maka ASV akan berubah otomatis menjadi Pressure Support.

ASV mengasumsikan normal minute ventilasi seseorang adalah 100 ml/kgBB untuk dewasa dan 200 ml/kgBB untuk pediatrik. Sebagai contoh, jika BB seseorang 50 kg, maka menit volume minimal orang tersebut ( TV x RR) diasumsikan 5 L/menit.

Setelah data BB ideal tersebut dimasukkan, maka untuk memberikan minimal menit ventilasi, %MinVol diset 100%. Ini berarti ventilator akan memberikan jaminan menit ventilasi sebesar 5L/menit, sedangkan besarnya TV/Pressure Insp dan RR tergantung pada penilaian ventilator terhadap compliance paru dan resistensi jalan nafas pasien. Misalnya setelah 5 kali positif pressure diberikan, compliance dan resistensi pasien segera dinilai oleh ventilator/ASV. Dari 5 kali test breaths tersebut ventilator akan mengambil nilai pressure rata-rata, jika rata-rata pressure didapat 20 cmH2O, dan dgn pressure tersebut tidal volume yang bisa masuk sebesar 300 ml maka ASV akan mencari nilai RR agar 300 cc tersebut jika dikalikan RR mencapai target yang sudah diset yaitu 5 Liter/menit. Berarti ASV akan memberikan RR 5/0.3 = 16 kali/menit. Jika terjadi penurunan compliance seperti edema paru akut atau pneumonia berat, dimana dengan pressure 20 cmH2O tidal volume yang masuk hanya 100 ml, maka ASV akan meningkatkan lagi RR agar minute volume tetap sesuai target 5 liter/mnt. Sebaliknya jika edema paru atau pneumonia terkoreksi, dimana dengan pressure yg sama yaitu 20 cmH2O tidal volume meningkat perlahan, maka ASV secara otomatis akan menurunkan kembali RR agar target minVol konstan. Kalukulasi ini semua dilakukan nafas demi nafas (breath by breath) oleh ASV, sehingga RR dan tidal volume ekspirasi terlihat berubah-ubah setiap saat sesuai kondisi paru pasien.

Dengan ASV maka mulai dari pasien dikontrol sampai weaning pasien hanya memakai satu mode saja. Sebab mulai dari pressure kontrol (paralisis) sampai weaning dengan Pressure Support atau sebaliknya, mode yg digunakan hanya ASV.

Misalnya sementara memakai ASV tiba-tiba RR menjadi meningkat sampai >30 x/menit, saturasi turun, setelah di periksa ternyata terjadi edema paru atau penumonia berat, maka pasien segera dikontrol lagi dengan memakai pelumpuh otot. Setelah diberikan pelumpuh otot ASV secara otomatis akan segera berubah menjadi Pressure Control tanpa user harus merubah mode lain.

Weaning dengan ASV, adalah dengan menurunkan %min volume, sampai 40-50%. Sebab jika dalam proses weaning %minVol dipertahankan 100% berarti pasien tidak diberi kesempatan bernafas sendiri, karena semua kebutuhan min-vol nya dippenuhi oleh ASV. Jika ASV sudah mencapai 50% berarti mode ini disebut parsial ventilation mirip dengan PS atau SIMV mode.

Dengan berdasarkan pada menit ventilasi ini maka setting tidal volume, Insp Pressure, I:E rasio, peak flow dan RR tidak diperlukan lagi, sehingga pengoperasian menjadi lebih mudah.

Ventilasi Mekanik - Trouble Shooting

VENTILASI MEKANIK –TROUBLE SHOOTING

ICU – RSUP DR Hasan Sadikin Bandung


A. Pendahuluan
Ventilasi mekanik merupakan suatu prosedur yang tidak fisiologis akan tetapi tetap harus diberikan pada gangguan ventilasi. Tujuan dari pemberian ventilasi mekanik adalah :
- mempertahankan ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat
- menjaga agar antara ventilator dengan pasien tetap sinkron
- meminimalkan efek samping
Untuk mencapai tujuan tersebut maka salah satu prosedur yang harus dilakukan adalah melakukan monitoring dan melakukan intervensi untuk setiap keadaan yang akan meyebabkan efek samping yang tidak diinginkan (trouble shhooting).
Bila terjadi ketidak sesuaian (dysynchrony) antara pasien dengan ventilator harus segera dicari penyebabnya untuk segera diatasi. Masalah yang timbul dapat berasal dari ventilator, sirkuit, ETT, atau pasiennya sendiri.

Hal-hal lain yang harus diperhatikan atau diwaspadai saat monitoring pada pemberian ventilasi mekanik adalah terjadinya apnea saat diberikan mode assist dan terjadinya respiratory distress yang mendadak (saat sedang diberikan ventilasi mekanik).
Antara ventilator denagn pasien, biasanya dibutuhkan alat-alat seperti : ETT, kanula trakheostomi, atau face/nasal mask (pada NPPV), dan sirkuit. Semua faktor diatas dapat merupakan tempat terjadi nya masalah dan harus selalu diwaspadai.
- ETT yang tidak adekuat ; kedalaman, ukuran/diameter nya, cuff yang bocor/leakage .
- Sirkuit yang bocor atau resistensinya tinggi
- Malfunction dari ventilator.

Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai berbagai hal antara lain :
- Mengenal masalah yang timbul saat dilakukan ventilasi mekanik
- Mengatasi masalah-masalah yang timbul saat dilakukan ventilasi mekanik
- Penyebab-penyebab yang spesifik dari respiratory distress yang terjadi mendadak saat ventilasi mekanik

B. Mengenal masalah yang timbul saat dilakukan ventilasi mekanik dan penanggulangannnya
Penyebab-penyebab terjadinya gangguan ventilasi saat sedang dilakukan ventilasi mekanik :
Penyebab / masalah yang berasal dari pasien antara lain :
- Artificial airway
- Sekret
- Pneumotoraks
- Bronchospasm
- Edema paru
- Emboli paru
- Dynamic hyperinflation
- Abnormal respiratory drive
- Perubahan posisi tubuh
- Distensi abdomen
- Agitasi

Penyebab yang berasal dari ventilator
- Kebocoran pada sistim
- Malfunction pada sirkuit
- FiO2 yang tidak cukup
- Support dari ventilator yang tidak cukup untuk pasien ybs

Salah satu penyebab yang penting adalah adanya dysynchrony antara pasien dengan ventilator. Untuk mengenal adanya masalah pada pasien/synchrony antara pasien dengan ventilator perlu dilakukan monitoring yang adekuat pada pasien-pasien yang dilakukan ventilasi mekanik.
Tanda-tanda klinis yang akan menyadarkan klinisi untuk malakukan intervensi saat ventilasi mekanik adalah ditemukannya tanda-tanda respiratory distress, yang ditandai dengan adanya takhipnoe, keringat, gerakan cuping hidung, peningkatan WOB, retraksi suprasternal, epigastrik, dan interkostal, tracheal tug , gerakan abdominal yang tiddak synchron dengan gerakan dada dan biasanya diikuti dengan gangguan sistim kardiovaskuler seperti : tachycardia, arrhythmia, dan hipotensi.

Masalah yang berasal dari artifisial airway
Merupakan masalah yang sangat serius, dan harus segera diatasi. Penyebab yang biasanya terjadi antara lain :
- ETT yang teralu dalam ( endobronchial intubation) . Hal ini dapat terjadi karena pergerakan ETT misalnya karena perubahan posisi menjadi fleksi, akan menyebabkan pergeseran ETT kira-kira 1.9 cm kearah karina. Bahaya dari keadaan ini adalah terjadinya atelektasis dari paru-paru kiri. Cara mengatasi hal ini adalah dengan menarik ETT 1 - 2 cm, dan dengarkan suara pernafasan di dada kanan dan kiri, kemudian fiksasi dari ETT dengan baik.
- ETT yang tertarik sampai diatas pita suara. Keadaan ini dapat menyebabkan distress mendadak dengan penurunan volume tidal dan adanya kebocoran udara lewat hidung dan mulut.Keadaan ini dapat terjadi karena perubahan posisi menjadi ekstensi ( dapat menggeser ETT 1.9 – 5.2 cm kearah keluar dari trachea). Untuk mengatasinya harus dilakukan reintubasi
- Herniasi dari cuff ETT dapat menyebabkan oklusi. Biasanya terjadi setelah merubah posisi leher/ kepala. Tindakannyangnharus dilakukan adalah dengan deflasi / mengempiskan cuff ETT ybs.
- Ruptur dari cuff ETT. Tanda-tanda yang didapatkan berupa penurunan TV dari yang sudah diset pada awalnya, demikian juga PEEP dan hal ini terjadi karena terjadi kebocoran pada airway. Tanda-tanda yang dapat menunjang diagnosa ini adalah tanda-tanda leakage, waktu dilakukan aspirasi dari cuff tidak dapat ditarik udara spt awal, bahkan akan teraspirasi sekret, atau bahkan makanan.
- ETT kinking. Aan didapatkan tanda-tanda obstruksi. Dan hal ini dapat diperbaiki dengan merubah posisi kepala atau langsung meluruskan kembali ETT.
- Adanya benda asing
- Ruptur dari arteri innominata, terjadi pada 0.4-4.5% dari pasien-pasien yang dilakukan tracheostomy dan angka kematiannnya mencapai 85%. Ruptur terjadi pada 3 minggu setelah tracheostomy dengan gambaran klinis berupa perdarahan dari tracheal tube. Cara mengatasinya adalah dengan mngembangkan balon /cuff tracheostomy sebesar mungkin yang akan berfungsi sebagai tamponade.
- Fistel tracheoesophageal. Biasanya terjadi pada pasien yang di tracheostomy dan memakai NGT cukup lama. Pada keadaan ini akan didapatkan tanda2 leakage.

Sekret.
Masalah sekret dapat ditimbulkan oleh sekret yang terlalu kental atau terlalu banyak .Dapat juga hal ini terjadi karena bekuan darah pada lumen ETT. Pada keadaan ini dapat menyebabkan obstruksi dan atelektasis. Yang harus dilakukan adalah mengganti ETT, atau sekret dapat diangkat dengan melakukan bronchoscopy.

Pneumotoraks
Kejadian respiratory distress yang mendadak saat ventilasi mekanik harus dicurigai adanya pneumotoraks. Kejadian ini terjadi pada 43% pasien yang mendapat Pins ( peak inspiratory pressure) > 70 cm H2O, pasien2 dengan ARDS, COPD, necritizing pneumonia. Tanda-tanda klinis yang didapatkan antara lain repiratory distress, hyperresonance, tracheal deviation, kearah kontralateral, penurnan suara VBS pada daerah yang terkena, penurunan compliance paru, dan tanda2 kolaps sistim kardiovaskular.
Tinadakan torakostomi dengan jarum iv kateter no 16 -14 yang dihubungkan dengan syringe yanag diisi aquadest steril, atau NaCl sol, pada ics 2 linea mid clavicula, harus segera dilakukan karena bila terlambat akan cepat menyebabkan kematian. Setelah insersi jarum tadi baru dilakukan chest Xray sebelum pemasangan chest tube yang definitive.

Bronchospame
Tanda-tanda klinis yang didapatkan antara lain adalan adanya peningkatan WOB, wheezing, retraksi supra sternal, intercostal, terjadi peningkatan Pins ( peak airway pressure), Cdyn ( dynamic characteristic ) menurun sementara Cst (static compliance ) relative tetap atau berubah sedikit saja.
Terapi yang harus dilakukan adalah dengan membeikan bronchodilator per inhalasi, parenteral corticosteroid, dan theophylline.

Edema paru
Perlu ipertimbangkan apakah penyebab kardiak atau non kardiak. Keadaan ini paling sering sebagai penyebab respiratory distress pada pasien-tanda yang dilakukan ventilasi mekanik.

Emboli paru
Kejadiannya jarang akan tetapi mempunyai angka kematian yang tinggi. Tanda-tanda klinis yang didapatkan antara lain : dyspnea, tachypnea, chest pain, fever, hemoptisis, tanda-tanda deep vein thrombosis. Tanda-tanda klinis ini tidak spesifik/ sensitif bahkan pada pulmonary angiography pun 50% menunjukkan tanda-tanda yang negative.
Terapi : biasanya diberikan heparin yang dilanjutkan dengan pemberian warfarin.


Drug induced Distress
Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilation/perfusion, yang diakibatkan oleh penggunaan bronchodilator, vasodilator ( nitrogliserin, nitroprusid). Pemberian lipid intravena juga dapat merupakan pencetus terjadinya hipoksemia. Antibiotik Aminoglycoside dapat menimbulkan blokade nerouskular yang dapat berpengaruh terhadap otot-otot pernafasan. Pemberian theophyllin dapat menyebabkan terjadinya agitasi.

Abdominal distension
Distensi abdomen dapat menyebabkan perubahan pada otot diafragma yang menonjol kearah toraks, dan akan menyebabkan atelektasis basiler, dan akan berpengaruh terhadap ventilasi/ perfusi. Distensi lambung dapat terjadi karena beberapa hal antara lain
1. Peningkatan tekanan mouth pressure diatas tekanan pada lower esophageal sphincter pada saat pemberian ventilasi mekanik.
2. Peningkatan tekanan intra trachea yang melebihi tekanan pada cuff , tekanan pada lower esophageal sphincter , dan pada saat yang bersamaan mulut tertututp saat ventilasi mekanik.
3. pada proses intubasi yang lama karena terjadi kesulitan intubasi. Meteorisme dapat menyebabkan ruptur gaster.
Distensi colon yang masive tanpa adanya distensi usus halus dapat terjadi karena pada pasien-pasien yang dilakukan ventilasi mekanik. Penyebabnya biasanya karena aerophagia.

Agitasi
Agitasi biasanya disebabkan oleh faktor2 sbb :
- nyeri
- anxiety
- delirium
- dyspnea
Pada saat seperti ini perlu diperhatikan ada/ tidaknya overdistensi dari bladder.

Masalah2 yang berasal dari Ventilator
Bila pemberian ventilasi manual saat terjadi respiratory distress pada pasien-pasien dengan ventilasi mekanik, dapat dipastikan masalahnya berada pada ventilator.
Masalah yang dapat timbul antara lain :
- Kebocoran dari sistem
- FiO2 yang tidak adekuat
- Support ventilator yang tidak adekuat (tidak sesuai dengan kebutuhan pasien)
- Adanya asynchrony antara pasien dengan ventilator

Massalah ventilator yang dapat diidentifikasikan
- Airway pressure ( Paw)
Dimana Paw yang tinggi akan menyebabkan barotrauma dan rumus untuk Paw adalah : Paw = Flow x Resistensi x tekanan alveolar ( PA) Paw diukur pada ventilator, dan bukan pada jalan nafas pasien. Bila terjadi gangguan pada Paw maka kemungkinan masalah terdapat di : ventilator, sirkuit, ETT atau pada pasien ( tabel 1 )

- Inspiratory Pause Pressure ( gb 1 )
Yaitu tekanan yang diukur pada akhir inspirasi pada saat mana tidak terdapat aliran udara, pada flow 0 maka Inspiratory Pause Pressure sama dengan alveolar pressure ( PA), dan PA inilah yang lebih berpengaruh untuk terjadinya barotrauma. PA = Volume/ compliance + PEEP. Sebaiknya PA dipertahankan < 30 mmHg . PA yang tinggi dapat disebabkan oleh ; tidal volume yang tinggi, gas trapping, PEEP, atau karena gangguan compliance paru.

- Tidal volume
Tidal volume yang terlalu tinggi akan menyebabkan acute lung injury, ARDS, dan air leak. Tidal volume yang tidak mencukupi akan menyebabkan hipoventilasi dan asidosis respiratorik. TV yang diukur biasanya TV yang keluar dari ventilator, dan pengukuran TV ekspirasi akan lebih akurat dalam menunjukkan TV pasien yang sebenarnya. Perbedaan antara insp TV dan exp TV biasaya disebabkan oleh kebocoran pada sistem ( ventilator, sirkuit, ETT, atau pasien ).

- Minute Ventilation
Adalah perkalian antara TV dan Respiratory rate. Pada pasien yang masih nafas spontan ( trigering ventilator), pH dan PaCO2 merupakan indikator kecukupan MV

- Intrisic PEEP (gambar 2)
terjadi karena gas trapping pada paru-paru. Intrinsic PEEP adalah perbedaan antara total PEEP dan PEEP yang diset pada ventilator.

Ventilasi mekanik akan sangat berpegaruh terhadap sistim kardiopulmoner pasien ybs, sehingga dapat terjadi beberapa perubahan yang harus selalu dimonitor/ diwaspadai, antara lain :
- hipotensi
- patients ventilator dysynchrony
- desaturasi
- peningkatan resistensi airway/ adanya sekret
- penurunan compliance paru
- pneumotoraks
gambar 1
gambar 2


Bila terjadi desaturasi saat ventilasi mekanik maka yang harus dilakukan adalah mendeteksi penyebabnya secepat mungkin : masalah pasiennya, sirkuit, atau ventilator?. Tindakan pertama yang dilakukan adalah memeriksa kembali apakah gambaran gelombang yang ditampilkan pada pulse oksimetri memang menunjukkan kedaan yang sebenarnya, kemudian naikkan FiO2 menjadi 100%, dan pastikan apakah pasien masih bernafas ( apakah nafas spontan pasien masih ada ? ). Lakukan sesuai algoritma seperti pada bagan dibawah ini ( gambar 3). Disconect pasien dari ventilator dan bila pasien mudah diventilasi secara manual maka diduga penyebabnya dari ventilator.
Bila pada saat disconect terdapat kesulitan untuk melakukan ventilasi secara manual, maka diduga penyebabnya dari ETT seperti sudah diuraikan diatas, dan bila bukan masalah ETT maka cari penyebab dari pasien ybs.

gambar 3





Daftar Pustaka
Gomersall . C, Joynt, G., Cheng, F., Mechanical ventilation – monitoring & trouble shooting , Basic assessment and support in intensive care ; Dept of Anaesthesia & Intensive Care the Chinese University
Tobin.MJ., Fahey. PJ., Management of the patients who is fighting the ventilator, Principle and practice of mechanical ventilation, 1st Ed , Mc Graw Hill United State, 1994